Jumat, 31 Oktober 2014

Contoh Kata Pengantar Skripsi



KATA PENGANTAR
Bismillah kata pengantar skripsi

Puji syukur alhamdulillah penulis panjatkan kehadirat Allah SWT atas berkat, rahmat, taufik dan hidayah-Nya, penyusunan skripsi yang berjudul “Nilai – NilaiPendidikan Aqidah dan Akhlak Keluarga Dalam Al-Qur’an (Studi Analisis Tafsir Al-Azhar Surat Luqman Ayat 12 – 19) dapat diselesaikan dengan baik. Shalawat dan salam senantiasa tercurah buat Baginda Rasulullah SAW.
Penulis menyadari bahwa dalam proses penulisan skripsi ini banyak mengalami kendala, namun berkat bantuan, bimbingan, kerjasama dari berbagai pihak dan berkah dari Allah SWT sehingga kendala-kendala yang dihadapi tersebut dapat diatasi. Untuk itu penulis menyampaikan ucapan terima kasih dan penghargaan kepada Bapak Drs. Zulkarnaini M.Pd  selaku pembimbing  I  dan Bapak Erwan, SH.I, MA selaku pembimbing  II yang telah dengan sabar, tekun, tulus dan ikhlas meluangkan waktu, tenaga dan pikiran memberikan bimbingan, motivasi, arahan, dan saran-saran yang sangat berharga kepada penulis selama menyusun skripsi.
Selanjutnya ucapan terima kasih penulis sampaikan pula kepada:
1.        Bapak Drs. Yulinasri, MA selaku Ketua Sekolah Tinggi Agama Islam (STAI) Lubuk Sikaping.
2.        Bapak H. Maslan Nasution, SH selaku ketua Yayasan Dakwah Islamiyah (YDI) Lubuk Sikaping.
3.        Bapak Erwan, SH.I, MA selaku ketua Program Studi Pendidikan Agama Islam (PAI) STAI Lubuk Sikaping.
4.        Bapak dan Ibu Dosen STAI Lubuk Sikaping yang telah memberi bekal ilmu pengetahuan sehingga penulis dapat menyelesaikan studi dan menyelesaikan penulisan skripsi ini.
5.        Bapak dan Ibu karyawan/karyawati STAI Lubuk Sikaping yang telah meluangkan banyak waktu dalam memberikan bantuan moral, spiritual dan material sehingga penulis dapat menyelesaikan studi dan penulisan skripsi ini.
6.        Bapak dan Ibu karyawan Perpustakaan STAI Lubuk Sikaping dan Perpustakaan Daerah Kabupaten Pasaman yang dengan senang hati memberikan pinjaman buku-bukunya dalam penulisan skripsi ini.
7.        Rekan-rekan Mahasiswa Program Studi PAI BP. 2010 yang telah banyak memberikan masukan kepada penulis baik selama dalam mengikuti perkuliahan maupun dalam penulisan skripsi ini.
8.        Ibunda Eli Sumiarti dan Ayahanda Azawar yang telah berkorban segala hal dan selalu mendoakan keberhasilan serta memberikan motivasi setiap waktu, sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini.
9.        Para asatidz dan teman-teman yang telah banyak memberikan bantuan moril dan materil selama penulis menempuh pendidikan di STAI Lubuk Sikaping hingga penyelesaian skripsi ini
10.    Semua pihak  yang tidak dapat penulis sebut satu-persatu yang telah membantu dalam penyelesaian penulisan skripsi ini.
Akhirnya, dengan segala kerendahan hati  penulis menyampaikan semoga Allah SWT senantiasa membalas atas segala bantuan dan kebikan-kebaikan semua pihak tersebut diatas. Penulis menyadari masih banyak terdapat kekurangan-kekurangan dalam penulisan skripsi ini, sehingga penulis mengharapkan adanya saran dan kritikyang bersifat membangun demi kesempurnaannya.

                                                                                 Lubuk Sikaping,  Juli 2014       
                                                                                  Penulis

Kamis, 23 Oktober 2014


NILA-NILAI PENDIDIKAN AQIDAH DAN AKHLAK KELUARGA DALAM SURAT LUQMAN (Bagian 1)



1.      Larangan menyekutukan Allah
Dan ingatlah tatkala Luqman berkata kepada puteranya, dikala dia mengajarinya.” (pangkal ayat 13). Yaitu bahwasanya inti hikmat yang telah  dikurniakan oleh Allah kepada Luqman telah disampaikannya dan diajarkannya kepada anaknya, sebagai pedoman utama dalam kehidupan.  Wahai anakku! Janganlah engkau persekutukan dengan allah .” artinya janganlah engkau mempersekutukan Tuhan yang lain dengan allah. Karena tidak ada Tuhan selain Allah. Malahan yang selain dari tuhan itu adalah alam belaka, ciptaan Tuhan belaka. Tidaklah Allah itu bersekutu atau berkongsi dengan Tuhan yang lain di dalam menciptakan alam ini. “Sesungguhnya mempersekutukan itu adalah aniaya yang amat besar.” (ujung ayat 13). Yaitu menganiaya diri sendiri, memperbodoh diri sendiri.
Memang aniaya besarlah orang kepada dirinya kalau dia mengakui ada lagi Tuhan selain Allah. Padahal selain dari Allah itu adalah alam belaka. Dia aniaya terhadap dirinya sebab Tuhan mengajaknya agar membebaskan jiwanya dari segala sesuatu selain Allah. Jiwa manusia adalah mulia. Manusia adalah makhluk yang dijadikan oleh Allah menjadi khalifah-Nya di muka bumi.  Sebab itu maka hubungan tiap manusia dengan Allah hendaklah langsung. Jiwa yang dipenuhi oleh Tauhid adalah jiwa yang merdeka. Tidak ada sesuatu jua apapun yang dapat mengikat jiwa itu, kecuali Tuhan. Apabila manusia telah mempertuhan yang lain, sedang yang lain itu adalah benda belaka atau makhluk belaka, manusia itu sendirilah yang membawa jiwanya jadi budak dari yang lain. Di dalam surat as-Sajdah  (Surat 32) kelak, ayat 9 dengan jelas Tuhan bersabda bahwa Roh manusia itu adalah Tuhan sendiri yang empunya. Mengapa roh yang begitu mulia, yang berasal dari Allah akan ditundukkan kepada yang selain Allah?
Mempersekutukan yang lain dengan Allah adalah aniaya paling besar. Sebab tujuan hidup bisa jadi pecah berderai. Sebab alam itu pecah berderai. Dan manusia itu sendiri pun jadi pecah-belah karena syirik. Sebab masing-masing menghadap dan menyembah apa yang dipertuhannya itu, padahal tidak sama.
Bertambah maju hasil penyelidikan manusia dan berkembang teknologi, bertambah pula orang yang mempersekutukan Tuhan itu meninggalkan tuhan-tuhannya. Kepercayaan bahwa Tuhan itu bersekutu, berdua, bertiga atau berbilang banyak, kian hilang. Kemajuan teknologi itu sendiri membawa manusia berpikir kepada kesatuan kuasa. Tidak mungkin berbilang. Islam menyediakan “dulang” penampung jalan pikiran demikian dengan ajaran Tauhidnya[1].

Di dalam ayat 13 tersebut kita dapat menelaah bagaimana Luqman memberikan pengajaran tentang aqidah yang murni, yakni meyakini hanya ada satu Tuhan Allah SWT. Jangan sekali-kali menganggap dan menjadikan sesuatu hal sebagai sekutu bagi Allah. Karena Allah itu Maha Esa dan tidak mungkin mempunyai sekutu.
Padahal ketika seseorang mempersekutukan Allah (berbuat syirik) Allah sendiri tidak akan merugi sedikitpun dan yang merugi hanyalah pelakunya tersebut.  Hal ini seperti seseorang yang menganiaya dirinya sendiri, dan deritanya tentu ia sendiri yang menanggungnya. Apalagi mempersekutukan Allah dengan sesuatu hal termasuk  aniaya yang sangat besar. Aniaya terhadap diri sendiri tentunya, karena membelenggu diri dengan mempercayai kekuatan lain selain kekuatan Allah. Dengan demikian hidupnya di dunia tidak  akan memperoleh ketenangan dan di akhirat kelak di dalam riwayat disebutkan bahwa orang yang berbuat syirik  tidak akan mendapat pengampunan dari Allah dan ia akan kekal di dalam neraka-Nya.
SUMBER: Disadur dari skripsi DESRI KURNIA, S. Pd.I dengan judul yang sama


[1] Ibid, hal. 127-128.


Jumat, 10 Oktober 2014

CONTOH PROPOSAL SKRIPSI PENDIDIKAN AGAMA ISLAM (PAI)


PROPOSAL SKRIPSI
OLEH: DESRI KURNIA





NILAI – NILAI PENDIDIKAN AQIDAH DAN AKHLAK KELUARGA MENURUT HAMKA

(Studi Analisis Tafsir Al-Azhar Surat Luqman Ayat 12 – 19)

PROPOSAL SKRIPSI
Diajukan Sebagai Salah Satu Syarat Penyusunan Skripsi
Pada Program Studi Pendidikan Agama Islam





Oleh:
DESRI KURNIA
NO.BP: 210.794

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN AGAMA ISLAM
SEKOLAH TINGGI AGAMA ISLAM (STAI)
YAYASAN DAKWAH ISLAMIYAH (YDI)
LUBUK SIKAPING – PASAMAN
TAHUN 1435 H/2014 M
 


 
BAB I
PENDAHULUAN
A.    Latar Belakang Masalah
Al-Qur’anul karim adalah mukjizat Islam yang kekal dan mukjizatnya selalu diperkuat oleh kemajuan ilmu pengetahuan.  Ia diturunkan Allah kepada Rasulullah, Muhammad SAW untuk mengeluarkan manusia dari suasana yang gelap menuju yang terang, serta membimbing mereka ke jalan yang lurus[1].
Para peneliti yang obyektif dan berkesadaran tinggi telah mengakui, bahwa setiap ilmu yang bermanfaat, baik ilmu agama, duniawi atau bahkan politik telah ditunjukkan oleh Al-Qur’an dan tidak ada keraguan sedikitpun[2].
Didalamnya tidak ada sesuatupun yang bertentangan dengan akal pikiran yang jernih, baik dari sisi nilai kebenarannya, manfaat ataupun nilai kemaslahatannya.
Demikian pula dengan segala ajaran yang terkandung di dalamnya, semuanya penuh dengan keadilan, tidak ada kezaliman dan penganiayaan. Disana tidak tertuang perintah-perintah kecuali punya nilai kebaikan. Sebaliknya pelarangan terhadap sesuatu dikarenakan ia adalah murni kejahatan, atau karena unsur perusaknya lebih banyak dari unsur maslahatnya. Maka setiap kali orang yang berpikiran jernih merenungkan dan mendalami segala kandungan Al-Qur’an, maka setiap kali itu pula akan bertambah kuatlah keimanannya, tambah mulia akhlaknya, ia akan senantiasa lebih menjaga kehormatan dirinya, dan senantiasa berbudi pekerti yang baik terhadap sesamanya.
Al-Qur’an sebagai pedoman yang paling utama bagi umat Islam, yang didalamnya telah mencakup segala aspek kehidupan manusia. Menerangkan betapa mulianya tujuan  penciptaan manusia itu ke muka bumi untuk menjadi khalifah yang memakmurkan bumi. Menjadi umat yang berdaya guna bagi makhluk-makhluk Allah yang lain, dengan segala kelebihan yang telah dianugerahkan Allah kepadanya. Terutama sekali bagi kita umat Islam, sebagai aktualisasi Islam rahmatan lil’alamiin.
Di dalam Al-Qur’an telah banyak diajarkan bagaimana seharusnya umat Islam itu menjadi umat yang kuat dan maju dalam segala aspek kehidupannya. Kuat jasmaniah dan juga kuat secara rohaniah. Mampu mengemban amanah Allah sebagai hamba-Nya yang harus senantiasa beribadah kepada-Nya, mampu mengemban amanah sebagai khalifah di muka bumi yang bertugas memelihara dan memakmurkan bumi. Serta mampu pula menggunakan segala potensi yang telah diberikan oleh Allah SWT terhadapnya. Makanya Islam menginginkan kita menjadi umat yang kuat, sama sekali Islam tidak menginginkan umatnya menjadi lemah, lemah dalam masalah keduniawian terutama lemah dalam masalah ukhrawi. Hal ini telah diwanti-wanti oleh Allah dalam Al-Qur’an Surah An-Nisa’ ayat 9:



Artinya: Dan hendaklah takut kepada Allah orang-orang yang seandainya meninggalkan dibelakang mereka anak-anak yang lemah, yang mereka khawatir terhadap (kesejahteraan) mereka. Oleh sebab itu hendaklah mereka bertakwa kepada Allah dan hendaklah mereka mengucapkan perkataan yang benar (QS: AN-Nisa’: 9)
Ayat ini menunjukkan betapa besar perhatian dan harapan Islam terhadap kelangssungan generasi yang kuat secara lahir dan bathin dalam mengarungi kehidupan. Meskipun terkadang sebagian kita menganggap enteng terhadap hal ini. Terutama dengan telah berkembang pesatnya ilmu pengetahuan dan teknologi mutakhir yang bersumber dari dunia Barat. Kita seakan terlena, bahkan menjadikan sumber-sumber dari Barat sebagai sumber dan referensi utama kita dalam mempersiapkan diri dan generasi sesudah kita.
Padahal, dunia yang semakin maju dan zaman yang terus berkembang ternyata memberikan ekses yang tidak selalu positif. Dalam banyak hal justru dijumpai ekses-ekses negatif yang tidak terkontrol  di berbagai bidang kehidupan, antara lain sosial, ekonomi, kesehatan, agama, dan kebudayaan dalam arti luas[3].
Oleh karenanya, sesungguhnya tantangan generasi mendatang merupakan tantangan generasi yang teramat berat dan dilematik. Di satu sisi kemajuan teknologi akan memberikan banyak kemudahan dan kesejahteraan baru pada hidup manusia. Akan tetapi, kemajuan zaman dan teknologi juga dapat destruktif pada kehidupan, khususnya kepada kehidupan anak-anak masa depan, generasi penerus bumi ini.
Globalisasi telah menelikung manusia. Kita bahkan miris dengan generasi muda Islam, sebagiannya telah terpengaruh dengan budaya global yang negatif, bebas dari nilai-nilai dan hanya mengejar kesenangan duniawi. Mereka telah meninggalkan nilai-nilai dan moralitas Islam yang demikian adihulung dan menyelamatkan manusia. Mereka terperosok dalam hedonism, dan melupakan religiusitas dan spiritualitas. Orientasi kesenangan hidup telah berubah. Kesenangan duniawi (hedonis) dianggap segala-galanya dan karenanya orang kemudian boleh menghalalkan segala cara. Orang banyak melupakan “langit’ ruhani, kesenangan hidup yang abadi, yakni agama dan Tuhan Allah SWT[4].
Sungguh menakjubkan, betapa banyak orang tua muslim yang walaupun menaruh perhatian pada upaya menjaga identitas keIslaman anak-anak, mereka lalai akan pentingnya mendidik anak sesuai Al-Qur’an dan sunnah.   Kelalaian ini merupakan akar dari segala persoalan. Allah telah memerintahkan kepada orang-orang yang beriman agar masuk Islam secara total dan sempurna. Konsep “Laa ilaaha illallaah” (tidak ada Tuhan selain Allah) sebenarnya haruslah mengendalikan semua perilaku orang yang beriman. Sayangnya, orang-orang Islam sering lupa dengan hal ini. Kebanyakan orang Islam mempunyai tatakrama yang tidak baik, hal ini tidak sesuai dengan aqidah Islam. Dalam hubungannya dengan tugas-tugas mereka, orang Islam sering mengabaikan perihal kejujuran, perilaku yang baik, kerja keras, dan mencari penghasilan yang halal. Hal ini merupakan penyebab utama kemunduran dan kehinaan umat Islam[5]. Ditambah lagi penerimaan terhadap pembaharuan-pembaharuan dan tahayul-tahayul dalam masalah agama, materialisme, kemerosotan moral, dan taqlid buta terhadap adat dan kebiasaan-kebiasaan orang barat.
Pemahaman terhadap Islam telah mengubah secara total pikiran banyak orang. Kebanyakan orang Islam sekarang mengira bahwa menjadi muslim itu cukup hanya sholat dan puasa, selain dari itu mereka bebas menempuh cara hidup menurut sistem apapun yang mereka sukai.
Banyak diantara umat Islam yang memandang enteng terhadap nilai-nilai budaya negatif yang berkembang dalam lingkungan sekitarnya. Hingga mereka tak sadar mereka sendiri telah masuk kedalamnya, dan begitu berat untuk keluar darinya. Bahkan mereka juga tidak membentengi para generasi penerusnya agar terhindar dari nilai dan budaya yang demikian. Dan semuanya harus di kembalikan kepada Al-Qur’an yang menjadi pedoman hidup kita sebagai umat Islam.
Kita harus menempatkan Al-Qur’an sebagai referensi utama dalam segala aspek kehidupan kita, mulai dari masalah ibadah kepada Allah, mua’amalah, pendidikan, pergaulan dan system kehidupan kita. Kita umat Islam dituntut untuk mendalami dan mengamalkan segala ajaran-ajarannya. Kalau bukan kita yang mendalami dan mengamalkannya siapa lagi? Tidak mungkin umat diluar Islam yang akan mendalami dan mengamalkan ajaran agama kita sendiri. Karena apabila Al-Qur’an telah diabaikan oleh umat Islam sendiri maka umat Islam akan sulit mencapai kembali kejayaannya seperti di masa lalu. Ia akan tetap berada dibawah bayang-bayang kemajuan umat lain.
Seperti pernyataan Imam Al-Ghazali:
“ketika umat Islam menjauhi Al-Qur’an atau sekedar menjadikan Al-Qur’an hanya sebagai bacaan keagamaan maka sudah pasti Al-Qur’an akan kehilangan relevansinya terhadap realitas-realitas alam semesta. Kenyataannya orang-orang diluar Islamlah yang giat mengkaji realitas alam semesta sehingga mereka dengan mudah dapat mengungguli bangsa-bangsa lain, padahal umat Islamlah yang seharusnya memegang semangat Al-Qur’an”[6].
Jika umat Islam telah jauh dari Al-Qur’an maka dipastikan umat Islam akan menjauh dari Allah dan akan mendapat ancaman azab dari Allah. Padahal Allah juga telah mengingatkan umat manusia untuk senantiasa menjaga diri dan keluarganya dari siksa api neraka. Tentunya salah satu gerbang utamanya ialah dengan mendidik generasi yang sesuai dengan nilai-nilai Al-Qur’an.
Firman Allah QS. At-Tahrim ayat 6: 



artinya: Hai orang-orang yang beriman, peliharalah dirimu dan keluargamu dari api neraka yang bahan bakarnya adalah manusia dan batu; penjaganya malaikat-malaikat yang kasar, keras, dan tidak mendurhakai Allah terhadap apa yang diperintahkan-Nya kepada mereka dan selalu mengerjakan apa yang diperintahka (QS: At-Tahrim:6)
Dengan demikian untuk membentengi diri dan keluarga dari siksa api neraka tersebut diperlukan adanya fondasi pengetahuan dan pendidikan yang kuat. Karena hanya dengan itu akan diketahui bagaimana menghindarkan diri dan keluarga dari siksa api neraka tersebut. Bahkan Allah sendiri yang akan menghindarkannya.
Apalagi, keluarga merupakan batu bata pertama bagi pembinaan setiap masyarakat. Ia adalah langkah pertama untuk membina seseorang. Karena itulah, manhaj pendidikan moral dalam islam harus dimulai sejak dini sekali. Pada dasarnya, ia merupakan asas yang dipertimbangkan bagi pembinaan keluarga yang kokoh dan harmonis. Sesungguhnya pendidikan moral inilah yang menjamin terwujudnya keluarga islam yang kuat, yang penuh warna rasa cinta dan menjamin terbentuknya seorang manusia yang sehat tubuh akal dan jiwanya[7]
Keluarga juga merupakan satuan terkecil dari kehidupan bermasyarakat, yang merupakan suatu organisasi bio-psiko-sosial (jiwa, raga dan sosial), dimana para anggota keluarganya hidup dalam aturan-aturan tertentu yang kekhasannya ditandai dari kepribadian masing-masing individu terutama figur ayah atau suami dan ibu atau istri ( orang tua). Selain keluarga, perkembangan jiwa (kepribadian) tergantung pada hubungan pada ayah dan ibunya. Hubungan ini ditentukan oleh kepribadian masing-masing. Berbagai perilaku menyimpang dari anak (misalnya kenakalan remaja, penyalahgunaan obat-obatan terlarang dan lain-lain) mempunyai kaitan dengan sistem keluarga yang mencerminkan adanya kelainan psikopatologi (kelainan kejiwaan) dari salah satu anggota keluarga.
Anak merupakan rahmat dari Allah SWT, kepada orang tuanya yang harus disyukuri, dididik dan dibina agar menjadi orang yang baik, berkepribadian yang kuat dan berakhlak terpuji, merupakan keinginan setiap keluarga terutama orang tua dan semua guru. Sebagaimana diterangkan dalam sebuah hadits Nabi yang berbunyi sebagai berikut:
ما من مولود الا يولد على الفطرة فابواه يهوّدانه اوينصّرانه او يمجسانه , رواه : مسلم
Artinya : Tidak seorang anak dilahirkan kecuali dalam keadaan suci, maka kedua orang tuanyalah yang menjadikan Yahudi atau Nashrani atau Majusi” (HR. Muslim).[8]
Di dalam Al-Qur’an Allah telah menukilkan banyak ayat yang membicarakan tentang pendidikan aqidah dan akhlak keluarga, diantaranya dalam surah Luqman ayat 12 – 19. Di ayat ini Allah menceritakan bagaimana cara pendidikan aqidah dan akhlak keluarga yang baik untuk menghasilkan generasi yang baik pula.
Maka dari itu penulis tertarik untuk membahas dan mendalami tentang nilai-nilai pendidikan aqidah dan akhlak keluarga yang tertuang dalam ayat tersebut dalam bentuk skripsi. Diharapkan untuk lebih mempublikasikan nilai-nilai pendidikan yang telah digagas oleh Al-Qur’an jauh-jauh hari menurut pandangan para mufassir. Selain itu juga bagaimana aplikasinya dalam kehidupan sehari-hari. Maka penulis membahasnya dengan judul “NILAI – NILAI PENDIDIKAN AQIDAH DAN AKHLAK KELUARGA DALAM AL-QUR’AN (Studi Analisis Tafsir Al-Azhar Surah Luqman Ayat 12 – 19)”.

B.     Rumusan dan Batasan Masalah
Adapun rumusan masalah dalam penulisan skripsi ini adalah sebagai berikut:
1.      Bagaimana pendapat Prof. DR. Hamka tentang nilai-nilai pendidikan aqidah dan akhlak keluarga yang terkandung  dalam surah Luqman ayat 12 – 19?
2.      Nilai-nilai pendidikan aqidah dan akhlak keluarga apa saja yang terkandung  dalam surah Luqman ayat 12 – 19?

Mengingat luasnya bidang garapan dari ayat-ayat ini, maka untuk lebih memperjelas dan memberi arah yang tepat dalam penulisan skripsi ini, perlu adanya pembatasan masalah dalam pembahasannya. Maka penulis membatasi permasalahan dalam penulisan skripsi ini sebagai berikut:
1.      Pendapat Prof. DR. Hamka tentang nilai-nilai pendidikan aqidah dan akhlak keluarga yang terkandung  dalam surah Luqman ayat 12 – 19.
2.      Nilai-nilai pendidikan aqidah dan akhlak keluarga yang terkandung  dalam surah Luqman ayat 12 – 19.

C.    Tujuan dan Kegunaan Penelitian
Adapun tujuan yang hendak dicapai dengan penelitian ini adalah:
1.      Penulis ingin mengetahui pandangan serta pendapat Prof. DR. Hamka mengenai nilai-nilai pendidikan aqidah dan akhlak keluarga.
2.      Penulis ingin mengetahui kandungan surah Luqman ayat 12 – 19 tentang nilai-nilai pendidikan aqidah dan akhlak keluarga.
Adapun kegunaan  penelitian dan penulisan skripsi ini adalah:
1.      Sebagai salah satu syarat untuk menyelesaikan progran Strata Satu di Sekolah Tinggi Agama Islam (STAI – YDI) Lubuk Sikaping
2.      Menambah wawasan dan referensi keilmuan penulis tentang nilai-nilai pendidikan aqidah dan akhlak keluarga dalam Al-Qur’an.
3.      Secara praktis pembahasan ini diharapkan bisa digunakan sebagai salah satu pedoman dan acuan dalam penerapan nilai-nilai pendidikan aqidah dan akhlak keluarga dalam kehidupan sehari-hari sesuai pedoman Al-Qur’an.
D.    Metodologi Penelitian
1.      Jenis Penelitian
Dalam penyusunan skripsi ini penulis mengambil data dari pendapat para ahli yang dituangkan dalam buku-buku, istilah ini biasanya disebut library research (penelitian pustaka). Yaitu pengambilan data yang berasal dari buku-buku atau karya ilmiah di bidang tafsir, pendidikan yang relevan dengan pembahasan ini, yakni yakni dengan membaca, menganalisis dan dipahami untuk selanjutnya dituangkan  ke dalam skripsi ini.
2.      Sumber Data
Sumber data dalam penulisan ini terdiri dari sumber primer dan sekunder. Sumber primer dalam penulisan ini adalah Al-Qur’anul karim surah Luqman ayat 12 – 19 dan Tafsir Al-Azhar. Adapun sumber sekundernya adalah buku-buku lain karangan Prof. DR. Hamka dan pengarang lainnya yang relevan dengan pembahasan skripsi ini.
3.      Pengolahan Data
Metode yang digunakan dalam pengolahan data penelitian ini adalah:
a.       Metode Deduktif
Metode deduktif yaitu dengan mengemukakan permasalahan yang umum dan merincinya sehingga menjadi bagian yang bersifat khusus. Argumen yang valid secara deduktif adalah merupakan kebenaran yang bertahan dengan sendirinya. Dalam arti, jika premisnya benar, maka kesimpulannya pasti benar[9].
b.      Metode Induktif
Metode induktif yaitu dengan mengemukakan permasalahan yang bersifat khusus, kemudian membahas dan menguraikannya sehingga dapat ditarik menjadi permasalahan yang bersifat umum. Atau diawali dengan pengamatan yang spesifik dan membangun ke arah suatu pola umum[10].
c.       Metode komparatif
Metode komparatif yaitu dengan menggunakan perbandingan yang dilakukan dengan cara membandingkan persamaan dan perbedaan sebagai fenomena untuk mencari factor-faktor apa, atas situasi bagaimana yang menyebabkan timbulnya suatu peristiwa tertentu? Di dalam buku lain menjelaskan dengan membandingkan sebab akibat dari berbagai factor. Dengan mengetengahkan pendapat para ahli sebagaimana pendukung pendapat Prof. DR. Hamka yang berkenaan dengan permasalahan yang di bahas dalam skripsi[11].
4.      Analisis Data
Dalam menganalisis data yang telah terkumpul penulis menggunakan metode tafsir tahlili yaitu suatu metode tafsir yang digunakan oleh para mufassir dalam menjelaskan kandungan ayat Al-Qur’an ayat demi ayat dari berbagai seginya dengan memperhatikan ayat-ayat Al-Qur’an sebagaimana yang tercantum dalam mushaf. Dimulai dengan menyebutkan ayat-ayat yang akan ditafsirkan, menjelaskan makna lafazh yang terdapat di dalamnya, menjelaskan munasabah ayat dan menjelaskan isi kandungan ayat yang kemudian dikaitkan dengan pendidikan.








[1] Manna Khalil Al-Khattan, Studi Ilmu-Ilmu Al-Qur’an, terj. Mudzakir AS, (Bogor: Pustaka Litera Antar Nusa, 1996), cet. III, h. 1.
[2] Abdul Aziz bin Muhammad As-Salam, Indahnya Islam, terj. Ainul Haris umar Thayib, (Surabaya: La Rabia Bima Amanta, 2006), cet. IV.h.51.
[3] Yunus Hanis Syam, Cara Mendidik Generasi Islami, (Bantul: Media Jenius Lokal, 2004), Cet.I.h.vii.
[4] Ibid.h.ix.
[5] Faramarz bin Muhammad Rahbar, Selamatkan Putra-Putrimu dari Lingkungan tidak Islami, terj, Kamdani, (Yogyakarta: Mitra Pustaka, 2001), cet.III.h.13.
[6] Muhammad Al-Ghazali, Berdialog dengan Al-Qur’an, ter. Masykur Hakim, (Bandung: Mizan, 1999), cet. IV.h.21.
[7] Syaikh M. Jamaluddin Mahfuzh,Psikologi Anak dan Remaja Muslim.Pustaka Al-Kautsar, Hal: 91

[8] Imam Muslim, Shahih Muslim, Juz II, Syarikat ‘Alawi, Surabaya, tt., hal. 458
[9] Michael Quinn Patton, Metode Evaluasi Kualitatif, (Yogyakarta: Pustaka Belajar, 2006), h.22.
[10] Ibid, h. 16.
[11] Gunawan Suratno, Panduan Penelitian Multidisiplin, (Institut Pertanian Bogor, 2002), h. 18.