Selasa, 07 Mei 2013

Makalah tentang Muhammad Abduh dan pembaharuannya

MAKALAH PENGEMBANGAN PEMIKIRAN MODERN DALAM ISLAM TENTANG PEMIKIRAN MUHAMMAD ABDUH DOSEN PEMBIMBING : NAZARUDDIN, S.Ag, M.Pd DISUSUN OLEH: KELOMPOK IV DESRI KURNIA ELVI SRINOVITA NUR AISYAH SEKOLAH TINGGI AGAMA ISLAM (YDI) YAYASAN DAKWAH ISLAMIAYAH (YDI) LUBUK SIKAPING TAHUN AKADEMIK 2012/2013 KATA PENGANTAR بِسْمِ اللَّهِ الرَّحْمَـنِ الرَّحِيمِ Alhamdulillah, segala puji hanya milik Allah SWT, berkat rahmat dan karunia dari Allah SWT penulis dapat mempersembahkan makalah sederhana ini kehadapan kita semua. Shalawat berserta salam selalu tercurah buat Baginda Rasulullah Muhammad SAW yang telah membawa risalah Islam dari sisi Allah sebagai penunjuk jalan hidup sekalian ummat manusia. Ucapan terima kasih yang tak terhingga penulis sampaikan kepada semua pihak yang telah memberikan ide dan gagasan serta bimbingan terhadap penyelesaian makalah ini. Terutama sekali kepada dosen pembimbing mata kuliah ini, dan juga teman-teman seperjuangan di lokal I semester VI PAI. Karena tanpa adanya bimbingan dan dukungan dari Bapak Dosen dan teman-teman, sulit rasanya untuk menyelesaikan makalah ini. Kemudian dari pada itu, penulis berharap semoga kiranya makalah ini akan bermanfaat bagi para pembaca, terutama bagi penulis sendiri dalam menambah wawasan keilmuan kita. Sebagai insan yang dhoif, penulis menyadari bahwa penyusunan makalah ini masih jauh dari sempurna. Oleh karena itu, penulis sangat mengharapkan adanya kritikan dan saran yang membangun dari para pembaca demi untuk perbaikan dimasa yang akan datang. Wassalam Lubuk Sikaping, April 2013 Penyusun DAFTAR ISI Kata Pengantar…………………………………………………………....... i Daftar Isi…………………………………………………………………… ii BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang……………………………………………….... 1 B. Topik Bahasan…………………………………………………. 1 C. Tujuan Penulisan……………...……………………………….. 1 BAB II PEMBAHASAN A. Riwayat Hidup Muhammad Abduh…….….………………….. 2 B. Pemikiran Muhammad Abduh..……………………………….. 3 C. Pembaharuan-pembaharuan Pemikiran Yang di Lakukan Muhammad Abduh………………………………………………… 9 BAB III PENUTUP A. Kesimpulan…………………………………………………….. 11 B. Saran…………………………………………………………… 11 BAB I PENDAHULAN A. Latar Belakang Pembaharuan adalah gerakan gerakan untuk menyesuaikan paham keagamaan islam dengan perkembangan islam dengan perkembangan baru yang di timbulkan oleh kemajuan kemajuan ilmu pengetahuan dan tekhnologi modern. Dalam islam akan di kenal dengan yang namanya gerakan dan pembaharuan, dengan adanya pembaharuan-pembaharuan islam itu sendiri akan lebih di kenal dengan pembaharuan isla Dalam makalah ini akan di jabarkan siapa tokohnya dan apa-apa saja pembaharuan dalam islam yang di lakukannya B. Topik Bahasan Dalam makalah ini yang menjadi topic bahasan kami adalah Pembaharuan Pemikiran Muhammad Abduh, dimana sub-topik pembahasannya adalah: 1. Riwayat hidup Muhammad Abduh 2. Pemikiran Muhammad Abduh 3. Pembaharuan-pembaharuan pemikiran yang dailakukan Muhammad Abduh C. Tujuan Penulisan Adapun tujuan yang hendak dicapai dengan penulisan makalah ini adalah untuk memenuhi tugas perkuliahan mata kuliah Pembaharuan Pemikiran Modern dalam Islam. Disamping itu dengan adanya makalah ini akan menambah wawasan keilmuan dikalangan mahasiswa, khususnya dalam bidang pemikiran modern Islam BAB II PEMBAHASAN A. Riwayat Hidup Muhammad Abduh Muhammad Abduh adalah salah satu murid dari Jamaludin Al-Afgani yang lahir di Mesir hilir tahun 1849. Ia berpindah-pindah dari satu desa ke desa lain mengikuti ayahnya agar terhindar dari kejaran petugas pajak yang mencekik leher dimasa Muhammad Ali Pasya. Ayahnya bernama Abduh Hasan Khairullah, seorang imigran dari Turki yang sudah lama tinggal di Mesir . Ibunya adalah keturunan bangsa Arab yang bila dirunut akan sampai kepada Khalifah Umar Ibnu Hattab, kedua orang tua Abduh menetap di Mahallal Nasr setelah melanglang desa. Ia belajar membaca dan menulis serta menghafal Al Qur’an. Kemudian ia merantau ke Tanta untuk belajar agama dari Syeikh Ahmad. Setelah belajar bahasa Arab, Nahu, Sharaf, Fiqih dll, ia merasa tidak mengerti apa-apa, karena hanya menghafal pelajaran-pelajaran itu saja tanpa tahu apa maksudnya. Abduh merasa bosan di Tanta kemudian ia lari bersembunyi di rumah salah seorang paman ayahnya yang membujuknya untuk belajar kembali. Syeikh Darwis Khadir, paman dari ayah abduh yang ahli Thasauf itu tau keaadaannya, sehingga ia membimbingnya belajar agama dengan sabar , akhirnya Abduh mau belajar lagi di Tanta dan setelah tamat disana ia meneruskan pelajarannya keal Azhar di Kairo, disanalah ia bertemu dengan Jamaludin Al Afgani. Muhammad abduh mulai mengajar di al azhar, di darul ulum dan di rumahnya. Abduh di tuduh bersekongkol untuk menggulingkan Khedewi Taufiq sehingga di buang ke luar kota Kairo. Kemudian ia di bolehkan kembali ke kota dan di serahi tugas memimpin surat kabar resmi Al-Waqai Al-Misriyah. Abduh ikut memberontak dalam tahun 1882 di bawah pimpinan urabi pasya, orang yang enyebabkannya di buang ke luar Negri, pertamakali ke Bairut lantas Keparis, Prancis. Disana ia bertemu kembali dengan Jamaludin Al Afgani, mereka membentuk organisasi Al-Urwatul Al-Wusqo dan menerbitkan majalah dengan nama yang sama, sebagai media perjuangan. Satu tahun kemudian Abduh di diizinkan kembali ke Mesir, kemudian Abduh diangkat menjadi hakim pada pengadilan Tinggi . selanjutnya Abduh di angkat menjadi Mufti Negara hingga wafat pada tahun 1905. Muhammad Abduh termasuk salah seorang pembaru dan ahli pikir muslim yang hidup pada pertengahan abad ke 19 di Mesir. B. Pemikiran Muhammad Abduh Pemikira Muhammad Abduh diantaranya tentang sebab-sebab kemunduran umat islam. Menurutnya yang menyebabkan mundurnya umat islam adalah keadaan jumud yang ada dikalangan umat islam, karena umat islam tidak mengenal ilmu pengetahuan dan teknologi. Maka untuk menyesuaikan islam dengan masa modern perlu adanya interpretasi baru, perlu dibukakannya pintu ijtihad yang selama ini sudah tertutup. 1. Analisis Sebab-sebab Kemunduran Ummat Islam Muhammad Abduh menyadari kemunduran masyarakat muslim bila dikontraskan dengan masyarakat Eropa. Menurut analisisnya, kondisi lemah dan terbelakang ini disebabkan oleh faktor eksternal, seperti hegemoni Eropa yang mengancam eksistensi masyarakat muslim, dan faktor internal, yaitu situasi yang diciptakan kaum muslimin sendiri. Menurut Muhammad Abduh bangsa Eropa telah memasuki fase baru yang bercirikan peradaban yang berdasarkan ilmu pengetahuan, seni, industri, kekayaan dan keteraturan, serta organisasi politik baru yang berdasarkan pada penaklukan yang disangga oleh sarana baru, seperti melakukan perang, dan didukung oleh senjata yang mampu menyapu bersih banyak musuh. Mereka dianggap sebagai agresor, karena berusaha merebut negeri bangsa lain. Mereka tidak patut memerintah masyarakat muslim karena berbeda agama dan masyarakat muslim tak layak tunduk kepada mereka, sekalipun seandainya mereka menegakkan keadilan. Prinsip mereka yang tinggi tidak sesuai dengan sikap mereka terhadap rakyat yang ditaklukkan. Orang Mesir menderita karena percaya begitu saja kepada orang asing tanpa bisa membedakan mana yang menipu dan mana yang tulus, mana yang benar dan mana yang berdusta, mana yang setia dan mana yang pengkhianat. Dalam pertemuan dengan seorang wakil pemerintah di Inggris, Muhammad Abduh ditanya bagaimana pendapatnya tentang keadaan kebijakan Mesir dan Inggris di sana, maka ia menjawab: “Kami, bangsa Mesir dari Partai Liberal, pernah percaya kepada liberalisme dan simpati Inggris. Kini kami tidak lagi percaya karena fakta lebih kuat dibandingkan dengan kata-kata. Kami lihat sikap leberal anda hanyalah untuk anda sendiri, simpati anda kepada kami seperti simpatinya serigala kepada domba yang akan disantapnya.” (Rahnema, 1998: 41-42). Sementara itu faktor internal yang menyebabkan kemunduran dan keterbelakangan ummat Islam adalah paham jumud yang terdapat dikalangan ummat Islam. Dalam kata jumud terkandung arti keadaan membeku, keadaan statis, tidak ada perubahan. Karena dipengaruhi paham jumud itulah maka ummat Islam tidak menghendaki perubahan dan tidak mau menerima perubahan, ummat Islam hanya berpegang pada tradisi. Sikap ini dibawa oleh orang-orang bukan Arab (‘ajam) yang kemudian dapat mrampas puncak-puncak kekuasaan politik di dunia Islam. Mereka bukan dari bangsa yang mementingkan pemakaian akal sebagaimana yang dianjurkan dalam Al-Qur’an. Mereka berasal dari bangsa yang jahil dan tidak kenal dengan ilmu pengetahuan. Mereka memusuhi ilmu pengetahuan karena ilmu pengetahuan akan membukakan mata rakyat. Rakyat perlu ditinggalkan dalam kebodohannya agar mudah diperintah. Mereka memasukkan ke dalam Islam ajaran-ajaran yang akan membuat rakyat berada dalam keadaan statis, seperti memuja secara berlebih-lebihan kepada syekh atau wali, kepatuhan membuta kepada ulama, taklid kepada ulama-ulama terdahulu, dan tawakkal serta pasrah yang membabi buta kepada qadha’ dan qadar. Dengan demikian akal akan membeku dan berhentilah pemikiran dalam Islam. Semakin lama faham jumud semakin meluas di dalam masyarakat di seluruh dunia Islam. Muhammad Abduh menganggap ini semua adalah bid’ah. Sebagaimana Muhammad bin Abd Al-Wahab dan Jamaluddin Al-Afghani, Muhammad Abduh berpendapat bahwa masuknya berbagai macam bid’ah itulah yang membuat ummat Islam lupa kepada ajaran-ajaran Islam yang sebenarnya. Bid’ah-bid’ah itu pula yang menjadikan masyarakat Islam jauh menyeleweng dari masyarakat Islam yang seharusnya dan yang sebenarnya (Nasution, 1996: 62-63). Permusuhan di antara kelompok-kelompok keagamaan dan intelektual yang berbeda-beda kemudian diperuncing oleh kaum politisi, lebih jauh menambah keresahan masyarakat. Akhirnya, kebodohan dan keserbakaburan menjadi gejala umum, dan pertentangan antara ilmu dan agama yang telah dielesaikan Al-Qur’an muncul kembali untuk kedua kalinya (Fakhry, 1987: 466). Maka, untuk selanjutnya Muhammad Abduh menyerukan agar umat Islam kembali kepada satu sumber sejati ajaran Islam, yaitu Al-Qur’an. Dia menegaskan bahwa Al-Qur’an jelas-jelas memperlihatkan sunan Allah, yaitu hukum Allah yang tak akan berubah, yang menentukan siklus kemunduran serta kehancuran, dan siklus kemajuan serta kejayaan suatu bangsa. Mengikuti hukum-hukum ini merupakan satu-satunya jalan bagi kebangkitan ummat Islam. Tegaknya suatu masyarakat yang baik dan adil tentulah karena mengikuti ajaran Al-Qur’an (Rahnema, 1998: 43). 2. Aqidah dan Ibadah Dalam kitabnya yang berjudul Risalat Al-Tauhid, Muhammad Abduh mengemukakan bahwa, Tauhid adalah ilmu yang membahas tentang wujud Allah, dan tentang sifat-sifat yang pasti ada (wajib) padaNya, sifat-sifat yang bisa ada (Ja’iz) padaNya, dan sifat-sifat yang pasti tidak ada (mustahil) padaNya. Ilmu Tauhid juga membahas tentang para Rasul untuk mengukuhkan kerasulan mereka, dan sifat-sifat yang pasti ada (wajib) pada mereka, sifat-sifat yang bisa dinisbatkan kepada mereka (Ja’iz), serta sifat-sifat yang tidak mungkin dilekatkan (mustahil) pada mereka. Asal arti tauhid adalah keyakinan bahwa Tuhan (Allah) adalah Maha Esa, yang tiada sekutu bagiNya. Ilmu ini dinamakan Tauhid karena ia merupakan bagian terpenting daripadanya, yaitu pengukuhan sifat Maha Esa kepada Allah pada esensiNya, dan pada karya-karyaNya dalam menciptakan seluruh alam. Juga pengukuhan bahwa Dia adalah satu-satunya tempat kembali semua yang ada, dan penghabisan semua maksud. Usaha ini adalah tujuan paling agung dari diutusnya Nabi Muhammad SAW, sebagaimana dibuktikan oleh ayat-ayat Al-Qur’an. Kadang-kadang ilmu tauhid dinamakan ilmu kalam karena persoalan yang paling masyhur dan banyak menimbulkan perselisihan pendapat di antara para ulama kurun pertama ialah, apakah kalam Allah yang dibacakan (Al-Qur’an) itu tercipta (hadits) atau tak tercipta (qadim). Mungkin juga karena ilmu ini dibina oleh dalil akal atau rasio, di mana bekasnya terlihat jelas dari perkataan setiap ahli yang turut berbicara tentang ilmu itu, dan sedikit sekali yang menggunakan naql (Al-Qur,an dan Sunnah Rasul) kecuali setelah ada ketetapan pokok pertama ilmu itu kemudian orang beralih kepada hal-hal yang lebih menyerupai cabang daripadanya (furu’), sekalipun yang cabang ini dianggap sebagai suatu masalah yang pokok oleh orang yang datang kemudian. Mungkin juga karena dalam menerangkan cara-cara pembuktian tentang masalah pokok (ushul) agama, lebih mirip dengan ilmu logika (manthiq) sebagaimana yang biasa dilakukan oleh para ahli pikir dalam menjelaskan seluk beluk hujjah tentang pendiriannya. Kemudian manthiq diganti dengan kalam untuk membedakan antara kedua ilmu itu. (Abduh, 1996: 3-4; Madjid, 1994: 365-366). Kuliah-kuliahnya Muhammad Abduh tentang ilmu tauhid di Beirut merupakan dasar bagi karyanya yang sangat sistematis, Risalat Al-Tauhid yang menggambarkan suatu mata rantai panjang risalah-risalah skolastik yang telah diprakarsai oleh doktor-doktor Mu’tazilah pada abad kedelapan. Risalah ini dimulai dengan uraian tentang definisi teologi atau ilmu tauhid, seperti studi tentang eksistensi Tuhan, keesaanNya, sifat-sifatNya, dan sifat wahyu kenabian. Menurut pengamatannya, sebelum Islam teologi belum dikenal, tetapi metode demonstrasi yang digunakan oleh para teolog pra-Islam cenderung menjadi suatu jenis adikodrati, seperti himbauannya kepada mu’jizat (keajaiban-keajaiban), pembicaraan retorik, atau legenda. Al-Qur’an menentang semua itu. Ia menyingkapkan dengan suatu cara yang tidak dapat ditiru, pengetahuan apa yang telah dibolehkan atau ditentukan Tuhan, tetapi tidak menentukan penerimaannya semata-mata atas dasar wahyu, tetapi dengan mengajarkan pembuktian dan demonstrasi, menguraikan pandangan-pandangan orang yang tidak beriman, dan membantah mereka secara rasional. Ringkasnya ia menyatakan bahwa akal sebagai penentu terakhir tentang kebenaran dan menetapkan perintah-perintah moralnya atas dasar rasional yang kokoh. Oleh karena itu akal dan agama dibariskan sejajar, untuk pertama kalinya dalam Kitab Suci yang diwahyukan Allah kepada Nabi yang menjadi utusanNya. Akibatnya orang Islam menyadari bahwa akal sangat diperlukan untuk menerima butir-butir kepercayaan yang demikian, seperti eksistensi Tuhan, kerasulan nabi-nabiNya, dan juga pemahaman tentang masalah-masalah pokok wahyu dan memenuhi tuntutan-tuntutannya. Mereka juga menyadari bahwa, sekalipun beberapa artikel ini mungkin melampaui daya jangkau akal, namun mereka tidak bertentangan dengannya. Intisari ajaran Islam menurut Muhammad Abduh adalah, percaya kepada keesaan Tuhan seperti yang ditetapkan oleh akal dan didukung oleh Al-Qur’an. Menerima begitu saja ketentuan atau dogma adalah tidak sesuai dengan ajaran Al-Qur’an yang tegas, yang telah memerintahkan kita untuk merenungkan keajaiban ciptaan Tuhan. Dia juga memperingatkan orang-orang yang beriman, agar tidak menerima secara tidak kritis kepercayaan para pendahulu mereka. (Fakhry, 1987: 464-466). Dalam dua karya besarnya, Risalat Al-Tauhid dan Al-Islam wa Al-Nashraniyyah ma’a Al-Ilmi wa Al-Madaniyyah, Muhammad Abduh mencoba menyelaraskan akal dan wahyu, namun pada akhirnya akal yang ditekankan. Jika terjadi perselisihan antara akal dan apa yang diriwayatkan hadits, maka akal yang harus didahulukan, dan hadits diinterpretasikan kembali agar sesuai dengan rasio atau akal, atau mengakui kebenarannya seraya mengakui ketidak mampuan manusia untuk mengetahui maksud Allah (Rahnema, 1998: 53). Ada tiga hal yang mendasari pemikiran teologi Muhammad Abduh yaitu; kebebasan manusia dalam memilih perbuatan, kepercayaan yang kuat kepada sunnah Allah, dan fungsi akal yang sangat dominan dalam mempergunakan kebebasan. Dengan ketiga dasar pemikiran tersebut, beberapa penulis menilai Muhammad Abduh cenderung kepada pemikiran Muktazilah. Akan tetapi sesuai dengan pernyataannya, dia mengaku sebagai pengikut metode salaf yang tidak menafsirkan hal-hal yang berhubungan dengan Tuhan, sifat-sifatnNya, dan Alam gaib C. Pembaharuan-pembaharuan Pemikiran Yang di Lakukan Muhammad Abduh 1. Pembaharuan Bidang Agama Terdapat beberapa ide pembaruan Abduh dalam bidang agama yaitu: a. Abduh mengkategorikan ajaran-ajaran yang terdapat dalam Al qur’an dan Hadist ada dua kategor i yaitu ibadah dan muamalah. b. Perkawinan seharusnya hanya satu atau tidak boleh berpoligami, jika tidak mampu berbuat adil. c. Menentang hal-hal bid’ah dan penyimpangan terhadap akidah. d. Menentang perbuatan sogok menyogok atau disebut juga dengan suap menyuap. Alasannya perbuatan tersebut merupakan kebiasaan buruk yang membahayakan agama dan dunia. 2. Pembaruan Bidang Pendidikan Ide pembaruan Muhammad Abduh dalam bidang pendidikan bukan hanya pengajaran sesuatu yang benar, tapi pendidikan harus didasarkan pada agama islam, sehingga akan timbul jiwa kebersamaan yang mengatasi kepentingan pribadi. Selain ide-ide tersebut ia juga menekankan pentingnya ilmu pengetahuan dan perbaikan sistem pendidikan. Ia menyadari bahwa pengetahuan adalah salah satu dari sebab-sebab kemajuan umat islam di masa lampau dan yang menjadi salah satu sebab kemajuan barat sekarang. 3. Pembaruan Bidang Hukum Ide pembaruan Muhammad Abduh dalam bidang Hukum adalah mengeluarkan fatwa-fatwa keagamaan dengan tidak terikat pada pendapat ulama-ulama masa lampau atau tidak terikat pada salah satu mazhab. Hukum menurutnya ada dua macam: pertama hukum yang bersifat absolut yang teksnya terdapat dalam Al qur’an dan perinciannya terdapat dalam hadist, yang kedua hukum yang tidak bersifat absolut dan tidak terikat pada consensus ulama. 4. Pembaruan Bidang Politik Ide pembaruan Muhammad Abduh dalam bidang politik adalah kekuasaan Negara dibatasi oleh konstitusi. Ia berusaha membangkitkan kesadaran rakyat akan hak-haknya, pemerintah harus melaksanakan sistem musyawarah dengan alasan untuk mencapai keadilan dan rasa tanggung jawab. Pemerintah juga harus memberikan kebebasan kepada individu untuk berkarya selama karyanya itu baik , Muhammad Abduh juga mengatakan harus ada hubungan erat antara undang-undang dengan kondisi Negara yang ada. Keterlibatan Muhammad Abduh pada politik praktis dalam rangka mendidik rakyat memasuki kehidupan politik yang didasarkan atas musyawarah. Muhammad Abduh menekankan pentingnya keterlibatan rakyat di dalam pemerintah. Dalam melaksanakan ide-ide pembaruan abduh tidak menggunakan secara revolusioner, melainkan dengan cara mendidik seseorang yang akan melakukan pembaruan. BAB III PENUTUP A. Kesimpulan Dari penjabaran ini dapat di ambil kesimpulan sebagai berikut: Muhammad Abduh adalah salah satu murid dari Jamaludin Al-Afgani yang lahir di Mesir hilir tahun 1849. ia berpindah-pindah dari satu desa ke desa lain mengikuti ayahnya agar terhindar dari kejaran petugas pajak yang mencekik leher dimasa Muhammad Ali Pasya. ayahnya bernama Abduh Hasan Khairullah, seorang imigran dari Turki yang sudah lama tinggal di Mesir . Ibunya adalah keturunan bangsa Arab yang bila dirunut akan sampai kepada Khalifah Umar Ibnu Hattab. Pemikira Muhammad Abduh diantaranya tentang sebab-sebab kemunduran umat islam. menurutnya yang menyebabkan mundurnya umat islam adalah keadaan jumud yang ada dikalangan umat islam, karena umat islam tidak mengenal ilmu pengetahuan dan teknologi. maka untuk menyesuaikan islam dengan masa modern perlu adanya interpretasi baru, perlu dibukakannya pintu ijtihad yang selama ini sudah tertutup Pembaharuan yang di lakukannya ada 4 1. Pembaruan Bidang Agama 2. Pembaruan Bidang Pendidikan 3. Pembaruan Bidang Hukum 4. Pembaruan Bidang Politik B. Saran Kami menyadari sepenuhnya penulisan makalah ini masih jauh dari sempurna. Oleh karena itu kami sangat mengharapkan adanya kritikan dan saran yang membangun dari para pembaca sekalian. DAFTAR PUSTAKA Taufik, Ahmad (2005), Sejarah Pemikiran dan Tokoh Modernism Islam, Jakarta: Raja Grafindo Persada Ali Mufrod, (1997), Pemikiran Islam di Kawasan Kebudayaan Arab, Jakarta: Logos

Tidak ada komentar:

Posting Komentar