Kamis, 23 Oktober 2014
NILA-NILAI PENDIDIKAN AQIDAH DAN AKHLAK KELUARGA DALAM SURAT LUQMAN (Bagian 1)
1.
Larangan
menyekutukan Allah
“Dan ingatlah tatkala Luqman berkata kepada
puteranya, dikala dia mengajarinya.” (pangkal ayat 13). Yaitu bahwasanya
inti hikmat yang telah dikurniakan oleh Allah
kepada Luqman telah disampaikannya dan diajarkannya kepada anaknya, sebagai
pedoman utama dalam kehidupan. “Wahai anakku! Janganlah engkau persekutukan
dengan allah .” artinya janganlah engkau mempersekutukan Tuhan yang lain
dengan allah. Karena tidak ada Tuhan selain Allah. Malahan yang selain dari tuhan
itu adalah alam belaka, ciptaan Tuhan belaka. Tidaklah Allah itu bersekutu atau
berkongsi dengan Tuhan yang lain di dalam menciptakan alam ini. “Sesungguhnya mempersekutukan itu adalah
aniaya yang amat besar.” (ujung ayat 13). Yaitu menganiaya diri sendiri,
memperbodoh diri sendiri.
Memang aniaya
besarlah orang kepada dirinya kalau dia mengakui ada lagi Tuhan selain Allah.
Padahal selain dari Allah itu adalah alam belaka. Dia aniaya terhadap dirinya
sebab Tuhan mengajaknya agar membebaskan jiwanya dari segala sesuatu selain
Allah. Jiwa manusia adalah mulia. Manusia adalah makhluk yang dijadikan oleh
Allah menjadi khalifah-Nya di muka bumi. Sebab itu maka hubungan tiap manusia dengan
Allah hendaklah langsung. Jiwa yang dipenuhi oleh Tauhid adalah jiwa yang
merdeka. Tidak ada sesuatu jua apapun yang dapat mengikat jiwa itu, kecuali
Tuhan. Apabila manusia telah mempertuhan yang lain, sedang yang lain itu adalah
benda belaka atau makhluk belaka, manusia itu sendirilah yang membawa jiwanya
jadi budak dari yang lain. Di dalam surat as-Sajdah (Surat 32) kelak, ayat 9 dengan jelas Tuhan
bersabda bahwa Roh manusia itu adalah Tuhan sendiri yang empunya.
Mengapa
roh yang begitu mulia, yang berasal dari Allah akan ditundukkan kepada yang
selain Allah?
Mempersekutukan
yang lain dengan Allah adalah aniaya paling besar. Sebab tujuan hidup bisa jadi
pecah berderai. Sebab alam itu pecah berderai. Dan manusia itu sendiri pun jadi
pecah-belah karena syirik. Sebab masing-masing menghadap dan menyembah apa yang
dipertuhannya itu, padahal tidak sama.
Bertambah maju
hasil penyelidikan manusia dan berkembang teknologi, bertambah pula orang yang
mempersekutukan Tuhan itu meninggalkan tuhan-tuhannya. Kepercayaan bahwa Tuhan
itu bersekutu, berdua, bertiga atau berbilang banyak, kian hilang. Kemajuan
teknologi itu sendiri membawa manusia berpikir kepada kesatuan kuasa. Tidak
mungkin berbilang. Islam menyediakan “dulang” penampung jalan pikiran demikian
dengan ajaran Tauhidnya[1].
Di
dalam ayat 13 tersebut kita dapat menelaah bagaimana Luqman memberikan
pengajaran tentang aqidah yang murni, yakni meyakini hanya ada satu Tuhan Allah
SWT. Jangan sekali-kali menganggap dan menjadikan sesuatu hal sebagai sekutu
bagi Allah. Karena Allah itu Maha Esa dan tidak mungkin mempunyai sekutu.
Padahal
ketika seseorang mempersekutukan Allah (berbuat syirik) Allah sendiri tidak
akan merugi sedikitpun dan yang merugi hanyalah pelakunya tersebut. Hal ini seperti seseorang yang menganiaya
dirinya sendiri, dan deritanya tentu ia sendiri yang menanggungnya. Apalagi mempersekutukan
Allah dengan sesuatu hal termasuk aniaya
yang sangat besar. Aniaya terhadap diri sendiri tentunya, karena membelenggu
diri dengan mempercayai kekuatan lain selain kekuatan Allah. Dengan demikian
hidupnya di dunia tidak akan memperoleh
ketenangan dan di akhirat kelak di dalam riwayat disebutkan bahwa orang yang
berbuat syirik tidak akan mendapat
pengampunan dari Allah dan ia akan kekal di dalam neraka-Nya.
SUMBER: Disadur dari skripsi DESRI KURNIA, S. Pd.I dengan judul yang sama
Langganan:
Postingan (Atom)