Jumat, 22 Februari 2013



MAKALAH
TENTANG
“PENDUSTA AGAMA”
Di Presentasikan Pada Mata Kuliah
TAFSIR II SEMESTER V

DOSEN PEMBIMBING: H. NASBIN PANYAHATAN, LC, MA

Edisi Revisi
DISUSUN OLEH: DESRI KURNIA
NO.BP: 210.794


SEKOLAH TINGGI AGAMA ISLAM (STAI)
YAYASAN DAKWAH ISLAMIYAH (YDI) PASAMAN
TAHUN AKADEMIK 2012/2013
KATA PENGANTAR
بِسْمِ اللَّهِ الرَّحْمَـنِ الرَّحِيمِ     
Alhamdulillah, segala puji hanya milik Allah SWT, berkat rahmat dan karunia dari Allah SWT penulis dapat mempersembahkan makalah sederhana ini kehadapan kita semua. Shalawat berserta salam selalu tercurah buat Baginda Rasulullah Muhammad SAW yang telah membawa risalah Islam dari sisi Allah sebagai penunjuk jalan hidup sekalian ummat manusia.
Ucapan terima kasih yang tak terhingga penulis sampaikan kepada semua pihak yang telah memberikan ide dan gagasan serta bimbingan terhadap penyelesaian makalah ini. Terutamasekali kepada dosen pembimbing mata kuliah Tafsir II ini, dan juga teman-teman seperjuangan di lokal I semester V PAI. Karena tanpa adanya bimbingan dan dukungan dari Bapak Dosen dan teman-teman, sulit rasanya untuk menyelesaikan makalah ini.
Kemudian dari pada itu, penulis berharap semoga kiranya makalah ini akan bermanfaat bagi para pembaca, terutama bagi penulis sendiri dalam menambah wawasan keislaman kita. Dengan demikian akan bertambah pula nilai keimanan dan ketaqwaan kita kepada Allah SWT.
Sebagai insan yang dhoif, penulis menyadari bahwa penulisan makalah ini masih jauh dari sempurna. Oleh karena itu, penulis sangat mengharapkan adanya kritikan dan saran yang membangun dari para pembaca demi untuk perbaikan dimasa yang akan datang.

Wassalam
Lubuk Sikaping, Januari 2013
Penulis

PEMBAHASAN

A.    QS Al-Ma’un dan Terjemahan
أَرَءَيْتَ الَّذِى يُكَذِّبُ بِالدِّين(1) فَذَلِكَ الَّذِى يَدُعُّ الْيَتِيمَ (2) وَلاَ يَحُضُّ عَلَى طَعَامِ الْمِسْكِينِ(3) فَوَيْلٌ لِّلْمُصَلِّينَ(4) الَّذِينَ هُمْ عَن صَلَـتِهِمْ سَاهُونَ(5) الَّذِينَ هُمْ يُرَآءُونَ(6) وَيَمْنَعُونَ الْمَاعُونَ (7)
1.Tahukah kamu (orang) yang mendustakan agama? 2.Itulah orang yang menghardik anak yatim,3.dan tidak menganjurkan memberi makan orang miskin. 4.Maka kecelakaanlah bagi orang-orang yang shalat, 5.(yaitu) orang-orang yang lalai dari shalatnya,6.orang-orang yang berbuat riya, 7.dan enggan (menolong dengan) barang berguna.

B.     Ta’rif Istilah
1.      Anak yatim
Anak yatim adalah orang yang telah kehilangan orang tuanya yang berperan sebagai sandaran hidupnya, sedangkan ia masih belum baligh, dan belum mampu mengurus urusannya sendiri.
2.      Miskin
Kata “miskin” mencakup semua orang yang tidak berdaya karena sakit, usia renta, atau menjadi korban perang, yang tidak mampu bekerja, atau mampu tetapi hasilnya tidak mencukupi kebutuhan diri dan keluarganya. Mereka punya sedikit harta, tetapi masih memerlukan bantuan. Jumhur ulama mengatakan bahwa orang miskin adalah orang yang mempunya harta atau penghasilan layak untuk memenuhi kebutuhan diri dan tanggungannya, tetapi penghasilan tersebut tidak mencukupi.
3.      Riya
Riya adalah suatu sikap dimana seseorang beribadah bukan senantiasa mengharap ridho Allah, namun ia beribadah hanya mengahrapkan pujian dari orang lain.
4.      Lalai
Lalai berarti seseorang yang mengerjakan suatu pekerjaan tetapi ia tidak mengerjakannya dengan sepenuh hati, atau bahkan ia tidak menghadirkan hatinya sama sekali.

C.    Tafsir
Sebab turunya surah ini ialah berkenaan degan orang-orang munafik yang memamerkan shalat kepada orang yang berirman; mereka melakukan shalat dengan riya’, dan meninggalkan apabila tidak ada yang melihatnya serta menolak memberiakn bantuan kepada orang miskin dan anak yatim ( Riwayat ibnu Mudzir ).
Surah ini diawali dengan pertanyaan yang mengarah kepada setiap orang yang bias melihat, agar menyaksikan: “Tahukah kamu (orang) yang mendustakan agama?” dan menantikan orang yang mendengar pertanyaan ini untuk melihat kemana isyarat itu diarahkan dan kepada siapa ditujukan? Siapakah orang yang mendustakan agama dan siapakah orang yang ditetapkan Al-Qur’an sebagai pendusta agama itu. Tiba-tiba jawaban itu menyatakan:[1]
فَذَلِكَ الَّذِى يَدُعُّ الْيَتِيمَ وَلاَ يَحُضُّ عَلَى طَعَامِ الْمِسْكِينِ
“itulah orang yang menghardik anak yatim, Dan tidak menganjurkan member makan orang miskin”
Ustadz M Quraish Shihab dalam Tafsir Al-quran Al karim menyatakan ayat tersebut tidak berbicara tentang kewajiban ”memberi makan” orang miskin, tapi berbicara ”menganjurkan memberi makan”. Itu berarti mereka yang tidak memiliki kelebihan apapun dituntut pula untuk berperan sebagai ”penganjur pemberi makanan terhadap orang miskin” atau dengan kata lain, kalau tidak mampu secara langsung, minimal kita menganjurkan orang-orang yang mampu untuk memperhatikan nasib mereka.
Anak-anak yatim dan faqir miskin adalah bagian dari kelompok masyrakat yang sangat dicintai oleh Rusulullah SAW, bahkan dalam sebuah hadits dinyatakan (Rusuluallah) sangat dekat dengan mereka. Perhatian pada mereka sangat diutamakan, sebagaimana tersebut dalam sebuah ayat:
وَيَسْـَلُونَكَ عَنِ الْيَتَـمَى قُلْ إِصْلاَحٌ لَّهُمْ خَيْرٌ وَإِن تُخَالِطُوهُمْ فَإِخْوَنُكُمْ
Dan mereka bertanya kepadamu tentang anak yatim katakanlah; Mengurus urusan mereka secara patut adalah baik, jika kamu menggauli mereka, maka mereka adalah saudaramu”( Al-Baqarah: 220 ).
Perkataan "yahudldlu" yang diterjemahkan dengan "berjuang" di sini mempunyai asal arti "menganjurkan dengan kuat". A. Hassan dalam Al-Furqan, menerjemahkan perkataan itu dengan "menggemarkan," Departemen Agama menerjemahkan dengan "menganjurkan" sedangkan Mahmud Yunus dalam tafsir Qur'an Karim menggunakan perkataan "menyuruh". Dan Muhammad Asad, dalam The Message of the Qur'an, menerjemahkannya dalam bahasa Inggeris dengan "feels no urge" (tidak merasakan adanya dorongan), karena baginya perkataan "yahudldlu" mempunyai makna "mendorong diri sendiri" (sebelum mendorong orang lain).
Jadi, perkataan "yahudldlu" menunjuk pada adanya komitmen batin yang tinggi, yakni usaha mengangkat dan menolong nasib kaum miskin. Berarti bahwa indikasi ketulusan dan kesejatian dalam beragama ialah adanya komitmen sosial yang tinggi dan mendalam kepada orang bersangkutan.
Imam Bukhari dan Imam Muslim meriwayatkan dari Abu Hurairah ra, bahwasanya Rasulullah SAW bersabda: Hindarilah tujuh perkara yang membinasakan. Para sahabat bertanya: “Wahai Rasulullah SAW apakah itu?” Rasulullah SAW bersabda: 1. Syirik, 2. Berbuat sihir, 3. Membunuh orang yang diharamkan oleh Allah untuk dibunuh kecuali dengan alasan yang benar (menurut ajaran agama), 4. Memakan riba, 5. Memakan harta anak yatim, 6. Berpaling di waktu peperangan (bukan untuk bersiasat akan tetapi lantaran takut kepada musuh), 7. menuduh zina kepada wanita mukmin yang sudah bersuami yang tidak terlintas di hatinya untuk menjalankan kejelekan

Firman Allah SWT:
فَوَيْلٌ لِّلْمُصَلِّينَ الَّذِينَ هُمْ عَن صَلَـتِهِمْ سَاهُونَ            
Maka kecelakaanlah bagi orang-orang yang salat, (yaitu) orang-orang yang lalai dari salatnya.
Kata wail bermakna: Siksa bagi mereka. Sebagian ahli tafsir berkata: mereka adalah orang yang mengakhirkan shalat dari waktunya, dan mereka tidak menunaikan shalat kecuali setelah keluar waktunya. Diriwyatkan oleh Abu Ya’la di dalam musnadnya, ia berkata: maksudnya adalah menyia-nyiakan waktu shalat, dia lalai sehingga menyia-nyiakan waktu shalat.[2]
Kata Saad bin Abi Waqosh: Aku telah bertanya kepada Rasulullah tentang mereka yang melalaikan sholatnya, maka beliau menjawab Yaitu Mengakhirkan waktu, yakni mengakhirkan waktu sholat.
Dan ulama yang lain berkata: Mereka meninggalkan shalat dan tidak pula menunaikannya. Penafsiran ini datang dari Ibnu Abbas. Dan ada yang berkata: Mereka adalah orang-orang munafiq yang meninggalkan shalat secara rahasia dan menjalankannya secara terang-terangan saja.[3]
Ibnu Katsir rahimhullah berkata: Maksudnya adalah mereka selalu atau biasanya meninggalkan shalat sampai akhir waktunya, atau mereka tidak mengerjakan shalat dengan sempurna baik dalam rukun-rukunnya, syarat-syaratnya, mereka tidak mengerjakannya sesuai dengan apa yang diperintahkan, atau mereka tidak khusyu dalam menjalankan shalat dan tidak pula merenungi makna yang terkandung di dalamnya. Makna lafaz yang disebutkan oleh Al-Qur’an tersebut mencakup semua makna ini. Maka setiap orang yang memiliki sifat seperti ini berarti dia termasuk dalam bagian yang disebutkan di dalam ayat di atas, dan barangsiapa yang memiliki prilaku seperti semua prilaku yang disebutkan di dalam penafsiran ayat di atas maka sempurnalah bagiannya dalam keburukan tersebut. Yaitu kesempurnaan nifaq yang bersiat amali, sebagaimana disebutkan di dalam riwayat Muslim dari Anas bin Malik bahwa Nabi Muhammad SAW bersabda: Itulah shalatnya orang munafiq, duduk menunggu bulan, sehingga apabila telah sampai pada dua tanduk setan maka diapun bangkit dan shalat dengan cepat empat rekaat, tidak menyebut Allah padanya kecuali sedikit”.[4]
Allah SWT berfirman:
إِنَّ الْمُنَـفِقِينَ يُخـدِعُونَ اللَّهَ وَهُوَ خَادِعُهُمْ وَإِذَا قَامُواْ إِلَى الصَّلَوةِ قَامُواْ كُسَالَى يُرَآءُونَ النَّاسَ وَلاَ يَذْكُرُونَ اللَّهَ إِلاَّ قَلِيلاً
Sesungguhnya orang-orang munafik itu menipu Allah, dan Allah akan membalas tipuan mereka. Dan apabila mereka berdiri untuk salat, mereka berdiri dengan malas. Mereka bermaksud riya (dengan salat) di hadapan manusia. Dan tidaklah mereka menyebut Allah kecuali sedikit sekali.(QS. Al-Nisa’: 142).

Allah SWT berfirman;
فَخَلَفَ مِن بَعْدِهِمْ خَلْفٌ أَضَاعُواْ الصَّلَـوةَ وَاتَّبَعُواْ الشَّهَوَتِ فَسَوْفَ يَلْقُونَ غَيّاً
Maka datanglah sesudah mereka, pengganti (yang jelek) yang menyia-nyiakan salat dan memperturutkan hawa nafsunya, maka mereka kelak akan menemui kesesatan. (QS. Maryam: 59).
Para ulama mengomentari ayat diatas dengan tafsirnya yang terdapat dalam Ibnu Katsir sebagai berikut :
1.      Muhammad bin Kaab Al Quraan Al Qurdly, dan Ibnu Zaid bim Aslam dan Sady yang disebut meremehkan sholat adalah Meninggalkan Sholat ( Tidak sholat )
2.      Al Auz, Ibnu Maasud, Ibnu jarir, Ibnu Juraih meremehkan sholat adalah meremehkan waktu
3.      Al Hasan Al-Bashri, meremehkan sholat adalah meninggalkan Masjid[5]
Firman Allah SWT:
                                                                                    الَّذِينَ هُمْ يُرَآءُونَ وَيَمْنَعُونَ الْمَاعُونَ
 “orang-orang yang berbuat ria. dan enggan (menolong dengan) barang berguna”.
Artinya mereka tidak berbuat ihsan dalam beribadah kepada Tuhan mereka dengan mewujudkan keikhlaskan dalam beribadah kepada Allah SWT, dan tidak pula berbuat ihsan kepada makhluk-Nya walaupun dengan memberikan pinjaman barang yang bisa dimanfaatkan, dan bisa digunakan untuk keperluan tertentu padahal wujud barang tersebut tetap serta akan dikemblikan kepada mereka selaku pemilik, seperti meminjam bejana, ember dan parang. Maka orang yang bertipe seperti ini akan lebih gampang dalam meninggalkan zakat dan ibadah lainnya.

D.    Pesan-Pesan yang Terkandung Dalam Ayat

1.      Pesan keimanan
Yang mana dalam Surah ini Allah SWT memberikan sindiran bagi orang-orang yang bereiman agar mereka sungguh-sungguh dalam beribadah kepada-Nya. Dan anjuran untuk ikhlas dalam beramal dan waspada terhadap riya dan sum’ah.
2.      Pesan pendidikan
Pesan pendidikan yang terdapat dalam ayat ini adalah, ketika Allah SWT mendidik kita untuk senantiasa mau berbagi dengan saudara-saudara kita khususnya mereka yang membutuhkan uluran tangan kita.
3.      Pesan moral
Adapu pesan moral dalam surah ini adalah, kita disuruh oleh Allah untuk menghargai sesame saudara kita, dan jangan menganggap remeh kepadanya, terutama kepada anak-anak yatim dan fakir miskin.
4.       Pesan social
Kita dianjurkan untuk terus peduli terhadap sesame muslim khususnya kepada anak-anak yatim dan fakir miskin.


DAFTAR PUSTAKA
Ø  Musnad Abu Ya’la
Ø  Qutb, Sayyid, 2006, Terjemahan Tafsir Fi Zhilalil-Qur’an, Jakarta: Robbani Press.
Ø  Shahih Muslim
Ø  Tafsir Ibnu Katsir


[1]  Sayyid Qutb,  Terjemahan Tafsir Fi Zhilalil-Qur’an, (Jakarta: Robbani Press, cet-ke-2, 2006)
[2] Abu Ya’la di dalam musnadnya: 1/336 no: 700 dan Al-Munziri berkata di dalam kitab       targib wat tarhib: 1/441; sanadnya hasan.
[3] Lihat tafsir Ibnu Katsir: 4/554
[4] HR. Muslim: no: 622
[5] Lihat Tafsir Ibnu katsir: 3 / 21

Tidak ada komentar:

Posting Komentar