MAKALAH
TENTANG
“PENDUSTA
AGAMA”
Di Presentasikan Pada Mata Kuliah
TAFSIR
II SEMESTER V
DOSEN PEMBIMBING:
H. NASBIN PANYAHATAN, LC, MA

Edisi
Revisi
DISUSUN
OLEH: DESRI KURNIA
NO.BP: 210.794
SEKOLAH TINGGI
AGAMA ISLAM (STAI)
YAYASAN DAKWAH ISLAMIYAH
(YDI) PASAMAN
TAHUN AKADEMIK
2012/2013
KATA
PENGANTAR
بِسْمِ
اللَّهِ الرَّحْمَـنِ الرَّحِيمِ
Alhamdulillah, segala puji hanya milik
Allah SWT, berkat rahmat dan karunia dari Allah SWT penulis dapat
mempersembahkan makalah sederhana ini kehadapan kita semua. Shalawat berserta
salam selalu tercurah buat Baginda Rasulullah Muhammad SAW yang telah membawa
risalah Islam dari sisi Allah sebagai penunjuk jalan hidup sekalian ummat
manusia.
Ucapan terima kasih yang tak terhingga
penulis sampaikan kepada semua pihak yang telah memberikan ide dan gagasan
serta bimbingan terhadap penyelesaian makalah ini. Terutamasekali kepada dosen
pembimbing mata kuliah Tafsir II ini, dan juga teman-teman seperjuangan di lokal
I semester V PAI. Karena tanpa adanya bimbingan dan dukungan dari Bapak Dosen
dan teman-teman, sulit rasanya untuk menyelesaikan makalah ini.
Kemudian dari pada itu, penulis berharap
semoga kiranya makalah ini akan bermanfaat bagi para pembaca, terutama bagi
penulis sendiri dalam menambah wawasan keislaman kita. Dengan demikian akan
bertambah pula nilai keimanan dan ketaqwaan kita kepada Allah SWT.
Sebagai insan yang dhoif, penulis
menyadari bahwa penulisan makalah ini masih jauh dari sempurna. Oleh karena
itu, penulis sangat mengharapkan adanya kritikan dan saran yang membangun dari
para pembaca demi untuk perbaikan dimasa yang akan datang.
Wassalam
Lubuk Sikaping, Januari
2013
Penulis
PEMBAHASAN
A. QS Al-Ma’un dan Terjemahan
أَرَءَيْتَ الَّذِى يُكَذِّبُ بِالدِّين(1) فَذَلِكَ
الَّذِى يَدُعُّ الْيَتِيمَ (2) وَلاَ
يَحُضُّ عَلَى طَعَامِ الْمِسْكِينِ(3) فَوَيْلٌ لِّلْمُصَلِّينَ(4)
الَّذِينَ هُمْ عَن صَلَـتِهِمْ سَاهُونَ(5)
الَّذِينَ هُمْ يُرَآءُونَ(6)
وَيَمْنَعُونَ الْمَاعُونَ (7)
1.Tahukah kamu (orang)
yang mendustakan agama? 2.Itulah orang yang menghardik anak yatim,3.dan tidak
menganjurkan memberi makan orang miskin. 4.Maka kecelakaanlah bagi orang-orang yang shalat, 5.(yaitu) orang-orang yang lalai dari
shalatnya,6.orang-orang yang berbuat riya, 7.dan enggan (menolong
dengan) barang berguna.
B. Ta’rif Istilah
1.
Anak yatim
Anak
yatim adalah orang yang telah kehilangan orang tuanya yang berperan sebagai
sandaran hidupnya, sedangkan ia masih belum baligh, dan belum mampu mengurus
urusannya sendiri.
2.
Miskin
Kata “miskin” mencakup
semua orang yang tidak berdaya karena sakit, usia renta, atau menjadi korban
perang, yang tidak mampu bekerja, atau mampu tetapi hasilnya tidak mencukupi
kebutuhan diri dan keluarganya. Mereka punya sedikit harta, tetapi masih
memerlukan bantuan. Jumhur
ulama mengatakan bahwa
orang miskin adalah orang yang mempunya harta atau penghasilan layak untuk
memenuhi kebutuhan diri dan tanggungannya, tetapi penghasilan tersebut tidak
mencukupi.
3. Riya
Riya adalah suatu sikap dimana seseorang
beribadah bukan senantiasa mengharap ridho Allah, namun ia beribadah hanya
mengahrapkan pujian dari orang lain.
4.
Lalai
Lalai berarti
seseorang yang mengerjakan suatu pekerjaan tetapi ia tidak mengerjakannya
dengan sepenuh hati, atau bahkan ia tidak menghadirkan hatinya sama sekali.
C. Tafsir
Sebab turunya surah ini ialah
berkenaan degan orang-orang munafik yang memamerkan shalat kepada orang yang
berirman; mereka melakukan shalat dengan riya’, dan meninggalkan apabila tidak
ada yang melihatnya serta menolak memberiakn bantuan kepada orang miskin dan
anak yatim ( Riwayat ibnu Mudzir ).
Surah
ini diawali dengan pertanyaan yang mengarah kepada setiap orang yang bias
melihat, agar menyaksikan: “Tahukah kamu
(orang) yang mendustakan agama?” dan menantikan orang yang mendengar pertanyaan
ini untuk melihat kemana isyarat itu diarahkan dan kepada siapa ditujukan?
Siapakah orang yang mendustakan agama dan siapakah orang yang ditetapkan
Al-Qur’an sebagai pendusta agama itu. Tiba-tiba jawaban itu menyatakan:[1]
فَذَلِكَ الَّذِى يَدُعُّ الْيَتِيمَ
وَلاَ يَحُضُّ عَلَى طَعَامِ
الْمِسْكِينِ
“itulah
orang yang menghardik anak yatim, Dan tidak
menganjurkan member makan orang miskin”
Ustadz M Quraish Shihab dalam Tafsir
Al-quran Al karim menyatakan ayat tersebut tidak berbicara tentang kewajiban
”memberi makan” orang miskin, tapi berbicara ”menganjurkan memberi makan”. Itu
berarti mereka yang tidak memiliki kelebihan apapun dituntut pula untuk
berperan sebagai ”penganjur pemberi makanan terhadap orang miskin” atau dengan
kata lain, kalau tidak mampu secara langsung, minimal kita menganjurkan
orang-orang yang mampu untuk memperhatikan nasib mereka.
Anak-anak yatim dan faqir miskin
adalah bagian dari kelompok masyrakat yang sangat dicintai oleh Rusulullah SAW,
bahkan dalam sebuah hadits dinyatakan (Rusuluallah) sangat dekat dengan mereka.
Perhatian pada mereka sangat diutamakan, sebagaimana tersebut dalam sebuah
ayat:
وَيَسْـَلُونَكَ عَنِ
الْيَتَـمَى قُلْ إِصْلاَحٌ لَّهُمْ خَيْرٌ وَإِن تُخَالِطُوهُمْ فَإِخْوَنُكُمْ
Dan
mereka bertanya kepadamu tentang anak yatim katakanlah; Mengurus urusan mereka
secara patut adalah baik, jika kamu menggauli mereka, maka mereka adalah
saudaramu”( Al-Baqarah: 220
).
Perkataan "yahudldlu" yang
diterjemahkan dengan "berjuang" di sini mempunyai asal arti "menganjurkan
dengan kuat". A. Hassan dalam Al-Furqan, menerjemahkan perkataan itu
dengan "menggemarkan," Departemen Agama menerjemahkan dengan
"menganjurkan" sedangkan Mahmud Yunus dalam tafsir Qur'an Karim
menggunakan perkataan "menyuruh". Dan Muhammad Asad, dalam The
Message of the Qur'an, menerjemahkannya dalam bahasa Inggeris dengan
"feels no urge" (tidak merasakan adanya dorongan), karena baginya
perkataan "yahudldlu" mempunyai makna "mendorong diri
sendiri" (sebelum mendorong orang lain).
Jadi, perkataan
"yahudldlu" menunjuk pada adanya komitmen batin yang tinggi, yakni
usaha mengangkat dan menolong nasib kaum miskin. Berarti bahwa indikasi
ketulusan dan kesejatian dalam beragama ialah adanya komitmen sosial yang
tinggi dan mendalam kepada orang bersangkutan.
Imam Bukhari dan Imam Muslim
meriwayatkan dari Abu Hurairah ra, bahwasanya Rasulullah SAW bersabda: Hindarilah tujuh perkara yang membinasakan.
Para sahabat bertanya: “Wahai Rasulullah SAW apakah itu?” Rasulullah SAW
bersabda: 1. Syirik, 2. Berbuat sihir, 3. Membunuh orang yang diharamkan oleh
Allah untuk dibunuh kecuali dengan alasan yang benar (menurut ajaran agama), 4.
Memakan riba, 5. Memakan harta anak yatim, 6. Berpaling di waktu peperangan
(bukan untuk bersiasat akan tetapi lantaran takut kepada musuh), 7. menuduh
zina kepada wanita mukmin yang sudah bersuami yang tidak terlintas di hatinya
untuk menjalankan kejelekan
Firman Allah SWT:
فَوَيْلٌ لِّلْمُصَلِّينَ
الَّذِينَ هُمْ عَن صَلَـتِهِمْ سَاهُونَ
Maka kecelakaanlah bagi orang-orang yang salat, (yaitu)
orang-orang yang lalai dari salatnya.
Kata wail bermakna: Siksa bagi mereka. Sebagian ahli tafsir berkata: mereka adalah
orang yang mengakhirkan shalat dari waktunya, dan mereka tidak menunaikan
shalat kecuali setelah keluar waktunya. Diriwyatkan oleh Abu Ya’la di dalam
musnadnya, ia berkata: maksudnya adalah menyia-nyiakan waktu shalat, dia lalai
sehingga menyia-nyiakan waktu shalat.[2]
Kata Saad bin Abi Waqosh: Aku telah bertanya kepada
Rasulullah tentang mereka yang melalaikan sholatnya, maka beliau menjawab Yaitu
Mengakhirkan waktu, yakni mengakhirkan waktu sholat.
Dan ulama yang lain berkata: Mereka meninggalkan shalat dan
tidak pula menunaikannya. Penafsiran ini datang dari Ibnu Abbas. Dan ada yang
berkata: Mereka adalah orang-orang munafiq yang
meninggalkan shalat secara rahasia dan menjalankannya secara terang-terangan
saja.[3]
Ibnu Katsir rahimhullah berkata: Maksudnya adalah mereka selalu atau
biasanya meninggalkan shalat sampai akhir waktunya, atau mereka tidak
mengerjakan shalat dengan sempurna baik dalam rukun-rukunnya, syarat-syaratnya,
mereka tidak mengerjakannya sesuai dengan apa yang diperintahkan, atau mereka
tidak khusyu dalam menjalankan shalat dan tidak pula merenungi makna yang
terkandung di dalamnya. Makna lafaz yang disebutkan oleh Al-Qur’an tersebut
mencakup semua makna ini. Maka setiap orang yang memiliki sifat seperti ini
berarti dia termasuk dalam bagian yang disebutkan di dalam ayat di atas, dan
barangsiapa yang memiliki prilaku seperti semua prilaku yang disebutkan di
dalam penafsiran ayat di atas maka sempurnalah bagiannya dalam keburukan
tersebut. Yaitu kesempurnaan nifaq yang bersiat amali, sebagaimana disebutkan
di dalam riwayat Muslim dari Anas bin Malik bahwa Nabi Muhammad SAW bersabda: Itulah shalatnya orang munafiq, duduk
menunggu bulan, sehingga apabila telah sampai pada dua tanduk setan maka diapun
bangkit dan shalat dengan cepat empat rekaat, tidak menyebut Allah padanya
kecuali sedikit”.[4]
Allah SWT
berfirman:
إِنَّ
الْمُنَـفِقِينَ يُخـدِعُونَ اللَّهَ وَهُوَ خَادِعُهُمْ وَإِذَا قَامُواْ إِلَى
الصَّلَوةِ قَامُواْ كُسَالَى يُرَآءُونَ النَّاسَ وَلاَ يَذْكُرُونَ اللَّهَ
إِلاَّ قَلِيلاً
Sesungguhnya
orang-orang munafik itu menipu Allah, dan Allah akan membalas tipuan mereka. Dan apabila
mereka berdiri untuk
salat,
mereka berdiri dengan malas. Mereka bermaksud riya (dengan salat) di hadapan manusia.
Dan tidaklah mereka menyebut
Allah kecuali sedikit sekali.(QS.
Al-Nisa’: 142).
Allah SWT berfirman;
فَخَلَفَ
مِن بَعْدِهِمْ خَلْفٌ أَضَاعُواْ الصَّلَـوةَ وَاتَّبَعُواْ الشَّهَوَتِ فَسَوْفَ
يَلْقُونَ غَيّاً
Maka datanglah sesudah mereka, pengganti (yang jelek)
yang menyia-nyiakan
salat dan memperturutkan hawa nafsunya, maka mereka kelak akan menemui kesesatan. (QS.
Maryam: 59).
Para ulama mengomentari ayat diatas
dengan tafsirnya yang terdapat dalam Ibnu Katsir sebagai berikut :
1.
Muhammad
bin Kaab Al Quraan Al Qurdly, dan Ibnu Zaid bim Aslam dan Sady yang disebut
meremehkan sholat adalah Meninggalkan Sholat ( Tidak sholat )
2.
Al
Auz, Ibnu Maasud, Ibnu jarir, Ibnu Juraih meremehkan sholat adalah meremehkan
waktu
3.
Al
Hasan Al-Bashri, meremehkan sholat adalah meninggalkan Masjid[5]
Firman Allah
SWT:
الَّذِينَ
هُمْ يُرَآءُونَ وَيَمْنَعُونَ الْمَاعُونَ
“orang-orang yang berbuat ria. dan enggan
(menolong dengan) barang berguna”.
Artinya mereka tidak berbuat ihsan dalam beribadah kepada Tuhan mereka
dengan mewujudkan keikhlaskan dalam beribadah kepada Allah SWT, dan tidak pula
berbuat ihsan kepada makhluk-Nya walaupun dengan memberikan pinjaman barang yang bisa
dimanfaatkan, dan bisa digunakan untuk keperluan tertentu padahal wujud barang
tersebut tetap serta akan dikemblikan kepada mereka selaku pemilik, seperti
meminjam bejana, ember dan parang. Maka orang yang bertipe seperti ini akan
lebih gampang dalam meninggalkan zakat dan ibadah lainnya.
D. Pesan-Pesan yang Terkandung Dalam
Ayat
1. Pesan keimanan
Yang mana dalam Surah ini Allah SWT memberikan
sindiran bagi orang-orang yang bereiman agar mereka sungguh-sungguh dalam
beribadah kepada-Nya. Dan anjuran untuk ikhlas dalam beramal dan waspada terhadap riya dan sum’ah.
2. Pesan pendidikan
Pesan pendidikan yang terdapat dalam ayat ini
adalah, ketika Allah SWT mendidik kita untuk senantiasa mau berbagi dengan saudara-saudara
kita khususnya mereka yang membutuhkan uluran tangan kita.
3. Pesan moral
Adapu pesan moral dalam surah ini adalah, kita
disuruh oleh Allah untuk menghargai sesame saudara kita, dan jangan menganggap
remeh kepadanya, terutama kepada anak-anak yatim dan fakir miskin.
4.
Pesan social
Kita dianjurkan untuk terus peduli
terhadap sesame muslim khususnya kepada anak-anak yatim
dan fakir miskin.
DAFTAR PUSTAKA
Ø Musnad
Abu Ya’la
Ø Qutb,
Sayyid, 2006, Terjemahan Tafsir Fi
Zhilalil-Qur’an, Jakarta: Robbani Press.
Ø Shahih
Muslim
Ø Tafsir
Ibnu Katsir
Tidak ada komentar:
Posting Komentar