PROPOSAL SKRIPSI
OLEH: DESRI KURNIA
NILAI – NILAI PENDIDIKAN AQIDAH
DAN AKHLAK KELUARGA MENURUT HAMKA
(Studi Analisis Tafsir Al-Azhar Surat Luqman Ayat 12 – 19)
PROPOSAL SKRIPSI
Diajukan Sebagai Salah Satu Syarat Penyusunan
Skripsi
Pada Program Studi Pendidikan Agama
Islam
Oleh:
DESRI KURNIA
NO.BP: 210.794
PROGRAM STUDI PENDIDIKAN AGAMA ISLAM
SEKOLAH TINGGI AGAMA ISLAM (STAI)
YAYASAN DAKWAH ISLAMIYAH (YDI)
LUBUK SIKAPING – PASAMAN
TAHUN 1435 H/2014 M
BAB I
PENDAHULUAN
A.
Latar
Belakang Masalah
Al-Qur’anul karim adalah mukjizat Islam yang kekal dan
mukjizatnya selalu diperkuat oleh kemajuan ilmu pengetahuan. Ia diturunkan Allah kepada Rasulullah,
Muhammad SAW untuk mengeluarkan manusia dari suasana yang gelap menuju yang
terang, serta membimbing mereka ke jalan yang lurus[1].
Para peneliti yang obyektif dan berkesadaran tinggi
telah mengakui, bahwa setiap ilmu yang bermanfaat, baik ilmu agama, duniawi
atau bahkan politik telah ditunjukkan oleh Al-Qur’an dan tidak ada keraguan
sedikitpun[2].
Didalamnya tidak ada sesuatupun yang bertentangan
dengan akal pikiran yang jernih, baik dari sisi nilai kebenarannya, manfaat
ataupun nilai kemaslahatannya.
Demikian pula dengan segala ajaran yang terkandung di dalamnya, semuanya
penuh dengan keadilan, tidak ada kezaliman dan penganiayaan. Disana tidak
tertuang perintah-perintah kecuali punya nilai kebaikan. Sebaliknya pelarangan
terhadap sesuatu dikarenakan ia adalah murni kejahatan, atau karena unsur
perusaknya lebih banyak dari unsur maslahatnya. Maka setiap kali orang yang
berpikiran jernih merenungkan dan mendalami segala kandungan Al-Qur’an, maka
setiap kali itu pula akan bertambah kuatlah keimanannya, tambah mulia
akhlaknya, ia akan senantiasa lebih menjaga kehormatan dirinya, dan senantiasa
berbudi pekerti yang baik terhadap sesamanya.
Al-Qur’an sebagai pedoman yang paling utama bagi
umat Islam, yang didalamnya telah mencakup segala aspek kehidupan manusia.
Menerangkan betapa mulianya tujuan
penciptaan manusia itu ke muka bumi untuk menjadi khalifah yang
memakmurkan bumi. Menjadi umat yang berdaya guna bagi makhluk-makhluk Allah
yang lain, dengan segala kelebihan yang telah dianugerahkan Allah kepadanya.
Terutama sekali bagi kita umat Islam, sebagai aktualisasi Islam rahmatan
lil’alamiin.
Di dalam Al-Qur’an telah banyak diajarkan bagaimana
seharusnya umat Islam itu menjadi umat yang kuat dan maju dalam segala aspek
kehidupannya. Kuat jasmaniah dan juga kuat secara rohaniah. Mampu mengemban
amanah Allah sebagai hamba-Nya yang harus senantiasa beribadah kepada-Nya,
mampu mengemban amanah sebagai khalifah di muka bumi yang bertugas memelihara
dan memakmurkan bumi. Serta mampu pula menggunakan segala potensi yang telah
diberikan oleh Allah SWT terhadapnya. Makanya Islam menginginkan kita menjadi
umat yang kuat, sama sekali Islam tidak menginginkan umatnya menjadi lemah,
lemah dalam masalah keduniawian terutama lemah dalam masalah ukhrawi. Hal ini
telah diwanti-wanti oleh Allah dalam Al-Qur’an Surah An-Nisa’ ayat 9:
Artinya: Dan hendaklah takut kepada Allah
orang-orang yang seandainya meninggalkan dibelakang mereka anak-anak yang
lemah, yang mereka khawatir terhadap (kesejahteraan) mereka. Oleh sebab itu
hendaklah mereka bertakwa kepada Allah dan hendaklah mereka mengucapkan perkataan
yang benar
(QS: AN-Nisa’: 9)
Ayat ini menunjukkan betapa besar perhatian
dan harapan Islam terhadap kelangssungan generasi yang kuat secara lahir dan
bathin dalam mengarungi kehidupan. Meskipun terkadang sebagian kita menganggap
enteng terhadap hal ini. Terutama dengan telah berkembang pesatnya ilmu
pengetahuan dan teknologi mutakhir yang bersumber dari dunia Barat. Kita seakan
terlena, bahkan menjadikan sumber-sumber dari Barat sebagai sumber dan
referensi utama kita dalam mempersiapkan diri dan generasi sesudah kita.
Padahal, dunia yang semakin maju dan zaman
yang terus berkembang ternyata memberikan ekses yang tidak selalu positif.
Dalam banyak hal justru dijumpai ekses-ekses negatif yang tidak terkontrol di berbagai bidang kehidupan, antara lain
sosial, ekonomi, kesehatan, agama, dan kebudayaan dalam arti luas[3].
Oleh karenanya, sesungguhnya tantangan
generasi mendatang merupakan tantangan generasi yang teramat berat dan
dilematik. Di satu sisi kemajuan teknologi akan memberikan banyak kemudahan dan
kesejahteraan baru pada hidup manusia. Akan tetapi, kemajuan zaman dan
teknologi juga dapat destruktif pada kehidupan, khususnya kepada kehidupan
anak-anak masa depan, generasi penerus bumi ini.
Globalisasi telah menelikung manusia. Kita
bahkan miris dengan generasi muda Islam, sebagiannya telah terpengaruh dengan
budaya global yang negatif, bebas dari nilai-nilai dan hanya mengejar
kesenangan duniawi. Mereka telah meninggalkan nilai-nilai dan moralitas Islam
yang demikian adihulung dan menyelamatkan manusia. Mereka terperosok dalam
hedonism, dan melupakan religiusitas dan spiritualitas. Orientasi kesenangan
hidup telah berubah. Kesenangan duniawi (hedonis) dianggap segala-galanya dan
karenanya orang kemudian boleh menghalalkan segala cara. Orang banyak melupakan
“langit’ ruhani, kesenangan hidup yang abadi, yakni agama dan Tuhan Allah SWT[4].
Sungguh menakjubkan, betapa banyak orang
tua muslim yang walaupun menaruh perhatian pada upaya menjaga identitas keIslaman
anak-anak, mereka lalai akan pentingnya mendidik anak sesuai Al-Qur’an dan
sunnah. Kelalaian ini merupakan akar dari segala
persoalan. Allah telah memerintahkan kepada orang-orang yang beriman agar masuk
Islam secara total dan sempurna. Konsep “Laa ilaaha illallaah” (tidak ada Tuhan
selain Allah) sebenarnya haruslah mengendalikan semua perilaku orang yang
beriman. Sayangnya, orang-orang Islam sering lupa dengan hal ini. Kebanyakan
orang Islam mempunyai tatakrama yang tidak baik, hal ini tidak sesuai dengan
aqidah Islam. Dalam hubungannya dengan tugas-tugas mereka, orang Islam sering
mengabaikan perihal kejujuran, perilaku yang baik, kerja keras, dan mencari
penghasilan yang halal. Hal ini merupakan penyebab utama kemunduran dan
kehinaan umat Islam[5].
Ditambah lagi penerimaan terhadap pembaharuan-pembaharuan dan tahayul-tahayul
dalam masalah agama, materialisme, kemerosotan moral, dan taqlid buta terhadap
adat dan kebiasaan-kebiasaan orang barat.
Pemahaman terhadap Islam telah mengubah secara total
pikiran banyak orang. Kebanyakan orang Islam sekarang mengira bahwa menjadi
muslim itu cukup hanya sholat dan puasa, selain dari itu mereka bebas menempuh
cara hidup menurut sistem
apapun yang mereka sukai.
Banyak diantara umat Islam yang memandang enteng
terhadap nilai-nilai budaya negatif yang berkembang dalam lingkungan
sekitarnya. Hingga mereka tak sadar mereka sendiri telah masuk kedalamnya, dan
begitu berat untuk keluar darinya. Bahkan mereka juga tidak membentengi para
generasi penerusnya agar terhindar dari nilai dan budaya yang demikian. Dan
semuanya harus di kembalikan kepada Al-Qur’an yang menjadi pedoman hidup kita
sebagai umat Islam.
Kita harus menempatkan Al-Qur’an sebagai referensi utama
dalam segala aspek kehidupan kita, mulai dari masalah ibadah kepada Allah,
mua’amalah, pendidikan, pergaulan dan system kehidupan kita. Kita umat Islam
dituntut untuk mendalami dan mengamalkan segala ajaran-ajarannya. Kalau bukan
kita yang mendalami dan mengamalkannya siapa lagi? Tidak mungkin umat diluar Islam
yang akan mendalami dan mengamalkan ajaran agama kita sendiri. Karena apabila Al-Qur’an
telah diabaikan oleh umat Islam sendiri maka umat Islam akan sulit mencapai
kembali kejayaannya seperti di masa lalu. Ia akan tetap berada dibawah
bayang-bayang kemajuan umat lain.
Seperti pernyataan Imam Al-Ghazali:
“ketika umat Islam
menjauhi Al-Qur’an atau sekedar menjadikan Al-Qur’an hanya sebagai bacaan
keagamaan maka sudah pasti Al-Qur’an akan kehilangan relevansinya terhadap
realitas-realitas alam semesta. Kenyataannya orang-orang diluar Islamlah yang
giat mengkaji realitas alam semesta sehingga mereka dengan mudah dapat
mengungguli bangsa-bangsa lain, padahal umat Islamlah yang seharusnya memegang
semangat Al-Qur’an”[6].
Jika umat Islam telah jauh dari Al-Qur’an maka
dipastikan umat Islam akan menjauh dari Allah dan akan mendapat ancaman azab
dari Allah. Padahal Allah juga telah mengingatkan umat manusia untuk senantiasa
menjaga diri dan keluarganya dari siksa api neraka. Tentunya salah satu gerbang
utamanya ialah dengan mendidik generasi yang sesuai dengan nilai-nilai Al-Qur’an.
Firman Allah QS. At-Tahrim ayat 6:
artinya: Hai orang-orang yang beriman, peliharalah
dirimu dan keluargamu dari api neraka yang bahan bakarnya adalah manusia dan
batu; penjaganya malaikat-malaikat yang kasar, keras, dan tidak mendurhakai Allah
terhadap apa yang diperintahkan-Nya kepada mereka dan selalu mengerjakan apa
yang diperintahka (QS: At-Tahrim:6)
Dengan demikian untuk membentengi diri dan keluarga
dari siksa api neraka tersebut diperlukan adanya fondasi pengetahuan dan
pendidikan yang kuat. Karena hanya dengan itu akan diketahui bagaimana menghindarkan
diri dan keluarga dari siksa api neraka tersebut. Bahkan Allah sendiri yang
akan menghindarkannya.
Apalagi, keluarga
merupakan batu bata pertama bagi pembinaan setiap masyarakat. Ia adalah langkah
pertama untuk membina seseorang. Karena itulah, manhaj pendidikan moral dalam
islam harus dimulai sejak dini sekali. Pada dasarnya, ia merupakan asas yang
dipertimbangkan bagi pembinaan keluarga yang kokoh dan harmonis. Sesungguhnya
pendidikan moral inilah yang menjamin terwujudnya keluarga islam yang kuat,
yang penuh warna rasa cinta dan menjamin terbentuknya seorang manusia yang
sehat tubuh akal dan jiwanya[7]
Keluarga juga merupakan satuan terkecil dari kehidupan
bermasyarakat, yang merupakan suatu organisasi bio-psiko-sosial (jiwa, raga dan
sosial), dimana para anggota keluarganya hidup dalam aturan-aturan tertentu
yang kekhasannya ditandai dari kepribadian masing-masing individu terutama
figur ayah atau suami dan ibu atau istri ( orang tua). Selain keluarga,
perkembangan jiwa (kepribadian) tergantung pada hubungan pada ayah dan ibunya.
Hubungan ini ditentukan oleh kepribadian masing-masing. Berbagai perilaku menyimpang
dari anak (misalnya kenakalan remaja, penyalahgunaan obat-obatan terlarang dan
lain-lain) mempunyai kaitan dengan sistem keluarga yang mencerminkan adanya
kelainan psikopatologi (kelainan kejiwaan) dari salah satu anggota
keluarga.
Anak merupakan rahmat dari Allah SWT, kepada orang
tuanya yang harus disyukuri, dididik dan dibina agar menjadi orang yang baik,
berkepribadian yang kuat dan berakhlak terpuji, merupakan keinginan setiap
keluarga terutama orang tua dan semua guru. Sebagaimana diterangkan dalam
sebuah hadits Nabi yang berbunyi sebagai berikut:
ما من مولود الا يولد على الفطرة فابواه يهوّدانه اوينصّرانه او يمجسانه , رواه : مسلم
Artinya : “Tidak seorang anak dilahirkan
kecuali dalam keadaan suci, maka kedua orang tuanyalah yang menjadikan Yahudi
atau Nashrani atau Majusi” (HR. Muslim).[8]
Di dalam Al-Qur’an Allah telah menukilkan banyak ayat
yang membicarakan tentang pendidikan aqidah dan akhlak keluarga, diantaranya dalam surah Luqman ayat 12
– 19. Di ayat ini Allah menceritakan bagaimana cara pendidikan aqidah dan akhlak keluarga yang
baik untuk menghasilkan generasi yang baik pula.
Maka dari itu penulis tertarik untuk membahas dan mendalami tentang
nilai-nilai pendidikan aqidah dan
akhlak keluarga yang tertuang dalam
ayat tersebut dalam bentuk skripsi. Diharapkan untuk lebih mempublikasikan
nilai-nilai pendidikan yang telah digagas oleh Al-Qur’an jauh-jauh hari menurut
pandangan para mufassir. Selain itu juga bagaimana aplikasinya dalam kehidupan
sehari-hari. Maka penulis membahasnya dengan judul “NILAI – NILAI PENDIDIKAN AQIDAH DAN AKHLAK KELUARGA DALAM AL-QUR’AN (Studi Analisis
Tafsir Al-Azhar Surah
Luqman Ayat 12 – 19)”.
B.
Rumusan dan Batasan
Masalah
Adapun
rumusan masalah dalam penulisan skripsi ini adalah sebagai berikut:
1. Bagaimana
pendapat Prof. DR. Hamka tentang nilai-nilai pendidikan aqidah dan akhlak keluarga yang
terkandung dalam surah Luqman ayat 12 –
19?
2. Nilai-nilai
pendidikan aqidah dan
akhlak keluarga apa saja yang
terkandung dalam surah Luqman ayat 12 –
19?
Mengingat luasnya bidang garapan dari ayat-ayat ini,
maka untuk lebih memperjelas dan memberi
arah yang tepat dalam penulisan skripsi ini, perlu adanya pembatasan masalah
dalam pembahasannya. Maka penulis membatasi permasalahan dalam penulisan
skripsi ini sebagai berikut:
1. Pendapat
Prof. DR. Hamka tentang nilai-nilai pendidikan aqidah dan akhlak keluarga
yang terkandung dalam surah Luqman ayat
12 – 19.
2. Nilai-nilai
pendidikan aqidah dan akhlak
keluarga yang terkandung dalam surah Luqman ayat 12 – 19.
C.
Tujuan
dan Kegunaan Penelitian
Adapun tujuan yang hendak dicapai dengan penelitian
ini adalah:
1. Penulis
ingin mengetahui pandangan serta pendapat Prof. DR. Hamka mengenai nilai-nilai
pendidikan aqidah dan
akhlak keluarga.
2. Penulis
ingin mengetahui
kandungan surah Luqman ayat 12 – 19 tentang nilai-nilai pendidikan aqidah dan akhlak keluarga.
Adapun kegunaan penelitian dan penulisan skripsi ini adalah:
1.
Sebagai
salah satu syarat untuk menyelesaikan progran Strata Satu di Sekolah Tinggi
Agama Islam (STAI – YDI) Lubuk Sikaping
2.
Menambah
wawasan dan referensi keilmuan penulis tentang nilai-nilai pendidikan aqidah
dan akhlak keluarga dalam Al-Qur’an.
3.
Secara
praktis pembahasan ini diharapkan bisa digunakan sebagai salah satu pedoman dan
acuan dalam penerapan nilai-nilai pendidikan aqidah dan akhlak keluarga dalam
kehidupan sehari-hari sesuai pedoman Al-Qur’an.
D.
Metodologi
Penelitian
1. Jenis
Penelitian
Dalam
penyusunan skripsi ini penulis mengambil data dari pendapat para ahli yang
dituangkan dalam buku-buku, istilah ini biasanya disebut library research (penelitian pustaka). Yaitu pengambilan data yang
berasal dari buku-buku atau karya ilmiah di bidang tafsir, pendidikan yang
relevan dengan pembahasan ini, yakni yakni dengan membaca, menganalisis dan
dipahami untuk selanjutnya dituangkan ke
dalam skripsi ini.
2. Sumber
Data
Sumber
data dalam penulisan ini terdiri dari sumber primer dan sekunder. Sumber primer
dalam penulisan ini adalah Al-Qur’anul karim surah Luqman ayat 12 – 19 dan
Tafsir Al-Azhar.
Adapun sumber sekundernya adalah buku-buku lain karangan Prof. DR. Hamka dan pengarang lainnya
yang relevan dengan pembahasan skripsi ini.
3. Pengolahan
Data
Metode
yang digunakan dalam pengolahan data penelitian ini adalah:
a. Metode
Deduktif
Metode
deduktif yaitu dengan mengemukakan permasalahan yang umum dan merincinya
sehingga menjadi bagian yang bersifat khusus. Argumen yang valid secara
deduktif adalah merupakan kebenaran yang bertahan dengan sendirinya. Dalam
arti, jika premisnya benar, maka kesimpulannya pasti benar[9].
b. Metode
Induktif
Metode
induktif yaitu dengan mengemukakan permasalahan yang bersifat khusus, kemudian
membahas dan menguraikannya sehingga dapat ditarik menjadi permasalahan yang
bersifat umum. Atau diawali dengan pengamatan yang spesifik dan membangun ke
arah suatu pola umum[10].
c. Metode
komparatif
Metode
komparatif yaitu dengan menggunakan perbandingan yang dilakukan dengan cara
membandingkan persamaan dan perbedaan sebagai fenomena untuk mencari
factor-faktor apa, atas situasi bagaimana yang menyebabkan timbulnya suatu
peristiwa tertentu? Di dalam buku lain menjelaskan dengan membandingkan sebab
akibat dari berbagai factor. Dengan mengetengahkan pendapat para ahli
sebagaimana pendukung pendapat Prof. DR. Hamka yang berkenaan dengan
permasalahan yang di bahas dalam skripsi[11].
4. Analisis
Data
Dalam
menganalisis data yang telah terkumpul penulis menggunakan metode tafsir tahlili yaitu suatu metode tafsir yang
digunakan oleh para mufassir dalam menjelaskan kandungan ayat Al-Qur’an ayat
demi ayat dari berbagai seginya dengan memperhatikan ayat-ayat Al-Qur’an
sebagaimana yang tercantum dalam mushaf. Dimulai dengan menyebutkan ayat-ayat
yang akan ditafsirkan, menjelaskan makna lafazh yang terdapat di dalamnya,
menjelaskan munasabah ayat dan
menjelaskan isi kandungan ayat yang kemudian dikaitkan dengan pendidikan.
[1]
Manna Khalil Al-Khattan, Studi Ilmu-Ilmu Al-Qur’an, terj. Mudzakir AS, (Bogor:
Pustaka Litera Antar Nusa, 1996), cet. III, h. 1.
[2]
Abdul Aziz bin Muhammad As-Salam, Indahnya Islam, terj. Ainul Haris umar
Thayib, (Surabaya: La Rabia Bima Amanta, 2006), cet. IV.h.51.
[3]
Yunus Hanis Syam, Cara Mendidik Generasi
Islami, (Bantul: Media Jenius Lokal, 2004), Cet.I.h.vii.
[4]
Ibid.h.ix.
[5]
Faramarz bin Muhammad Rahbar, Selamatkan
Putra-Putrimu dari Lingkungan tidak Islami, terj, Kamdani, (Yogyakarta:
Mitra Pustaka, 2001), cet.III.h.13.
[6]
Muhammad Al-Ghazali, Berdialog dengan
Al-Qur’an, ter. Masykur Hakim, (Bandung: Mizan, 1999), cet. IV.h.21.
[7]
Syaikh M. Jamaluddin Mahfuzh,Psikologi
Anak dan Remaja Muslim.Pustaka Al-Kautsar, Hal: 91
[8] Imam
Muslim, Shahih Muslim, Juz II, Syarikat ‘Alawi, Surabaya, tt., hal. 458
[9]
Michael Quinn Patton, Metode Evaluasi
Kualitatif, (Yogyakarta: Pustaka Belajar, 2006), h.22.
[10]
Ibid, h. 16.
[11]
Gunawan Suratno, Panduan Penelitian
Multidisiplin, (Institut Pertanian Bogor, 2002), h. 18.
Mas Ery Koernia, makasih ya.... moga menjadi amal jariyah anda. Amin.
BalasHapus